Kamis, 31 Mei 2012

Poligami; seselaput tipis didekatku.


Judulnya, beuhh... dalem. Ini judul terinspirasi dari cerita poligami yang dimuat di majalah bulanan pensiunan pekerja pekerbunan.

Ini cerita tentang poligami lagi. enggak akan mbahas dari sisi agama –nggak ahli-, tapi inilah kisah poligami yang –barangkali- memuasalkan dan melingkupi udara saya dari kecil. Saya tau embak-embak,...sabar, ada yang sangat tidak setuju di poligami kan, saya bukannya pro poligami juga, beneran deh. Kata sebuah sms, sekitar dua tahun lalu, perempuan itu egois nya tinggi soal pasangan. trus yang lebih egois soal harga diri siapa? ckck..


Embah saya dari pihak bapak, adalah istri keempat kalau bukan kelima dari embah kakung saya. Nah lo... habis itu juga masih punya istri dua atau tiga lagi... dari situ bapak saya lahir, dari situ juga saya lahir...

(Habis dapet cerita silsilah, tepatnya nodong wawancara embah-embah)

Bujang-prawan nya (istilah untuk pernikahan pertama, waktu masih bujang dan perawan) simbah kakung dulu, tidak menghasilkan anak. Akhirnya simbah menikah lagi, dengan yang lebih muda ada, dengan yang lebih cantik ada, sepertinya kalau tidak salah hampir seluruhnya dengan janda tanpa anak tapi. Kata bapak, kasian alasannya. Entah kenapa pas dicritain ini juga nggak ngerasa sebel sama simbah saya –simbah yang waktu saya lair udah meninggal, lama-, biasa aja...

Dari banyak pernikahan, yang ada karena si istri meninggal trus menikah lagi itu, akhirnya muncul banyak anak dengan bapak satu! Ada banyak anak dengan simbah kakung satu! Aku termasuk, biasa aja kan. Jadi dari sekitar 7 istri itu jika rata-rata memiliki anak 5, udah ada 35 saudara sebapak, kalau misal lebaran itu, asik banget...

Simbah putri saya, dinikahin waktu status simbah kakung saya masih punya istri, dua kayaknya, trus simbah kakung saya menikah lagi waktu simbah putri saya baru punya anak dua-kalau nggak salah ya-, jadi mereka tu hamil bareng-bareng (para istri itu). Padahal katanya simbah kakung saya orangnya galak..tapi mungkin penuh cinta, sejauh ini nggak ada cerita tentang protes tu, mungkin nggak si kalau selama simbah kakung saya hidup itu poligaminya termasuk adil, nggak ada padu-padu tanah, rumah, harta. Mungkin dulu curiganya waktu saya kecil, jadi cerita-cerita rebutan harta gitu nggak di ceritain, tapi sekarang juga tetap enggak diceritain.

Jadi adiknya bapak tu buanyak banget, kakanya juga banyak, adek kakaknya bapak tu akhirnya punya anak yang buanyak banget juga, jadi sodaraku tu banyak banget. Dulu si nggak mudheng, tapi lama-lama kalau diajak jalan-jalan sama bapak, tu ditunjukkin, itu rumahnya budhe, pakdhe, paklik, bulik, si ini, si itu, masih sodara lho, diceritain silsilahnya.

Belum lagi adek kakanya simbah kakung sama simbah putri (panggilannya mbah ong, itu dari kata mbah mbong, trus dicelat2in jadi mbah ong) yang juga punya anak banyak banget. Jadi sempet waktu SD itu, blenjat  main sampai jauh-jauh tu diperhatiiin orang teruus, terus akhirnya disapa, ‘anake sugeng-namabapakku-?’, katanya mirip banget. Sampek rumah, cerita, ternyata oh iya, trus diceritain silisilahnya, gitu terus, sering banget dituduh ‘anaknya sugeng’ gitu.

Mbah ong itu, istri tua yang meninggalnya agak lumayan paling akhir, jadi kalau lebaran, mesthi numpuk disitu, tapi kan jadi rame, banyak sodara sepantarannya. Akur banget deh, sering banget main-main bareng.

Makanya pas agak lumayan gedhe, tau kalau punya istri banyak itu namanya poligami, dan jadi kontroversial itu, trus nanya sama Ibu, bukannya simbah kakung dulu juga punya istri banyak? Poligami berarti dong, bu?. Kok enggak heboh si. Kalau pas nonton gosip dewi yull-ray sahetapi dulu di rumah mbah ong, pingin bilang, ini ini ini yang punya rumah ini dulu juga dipoligami.....

Jadi enggak aneh si sama poligami, tapi bukan berarti sangat pro poligami, tapi sakit mana si di poligami sama ditinggalin, (atau malah diselingkuhin) atau malah diceraikan. sakit semua lah. :)
rentan diterbangkan angin

0 komentar:

Posting Komentar