Sabtu, 05 Mei 2012

pelajaran dari 'rumah'


Jangankan,
mira-wiwit-sato-lani-zuyyi-naris-nisa-ela-fera-iva-isti-agil-lupi-nafi-iib-mas anom-mas david-mas guf-mas budi-mbak ayuk-mbak aul-mbak tami-mbak uul-bunda-mbak nuha-mbak eni atau mbak lia-mbak ape-mbak dahlia-ulik-mbak desta-mbak nurma-zuka atau ria-dewi-alya-eka-fitri-tuti yang sudah lama kenal, orang Cuma murid yang pertama ketemu aja pas main ke rumahnya itu bisa aja bikin merinding.


Kenapa. Waktu itu Cuma berdasar rasa kasihan aja, anak perempuan, yang masih akan dijemput ayahnya jam 4 sore nanti, padahal itu jam 2 aja belum ada. Sendirian ditepi sekolahan yang udah sepi sejak dhuhur tadi. Awalnya ngira Cuma akan nganterin, kaya nganterin FBS- Concat aja, ternyata mblusuk-mblusuk sawah yang gak ada bengkelnya, gak ada yang jual bensin, sawah doang sawah dimana-mana, mau sampe sepet juga Cuma sawah. Memakan waktu lebih dari 30 menit, glek! Ini kalo motor ada kenapa-kenapanya mau minta tolong siapa? Ini negara apa?.

Tapi begitu tiba depan rumahnya, yang tepat didepan gereja, dengan anjing yang berselonjoran disana-sini, langsung merinding. Iya, dia akan sama aja diliatnya waktu disekolahan, ah sama-sama murid , sama-sama anak sekolahan, sama-sama masih unyu-unyu gitu. Tapi, setelah sampe rumah, dan melihat sang ibu menyambut, bahkan bertrimakasih kepadaku, kok tiba-tiba terharu ya, dia bukan anak murid yang waktu tadi aku liat disekolahan, dia anak ibunya. Dengan segala pelik yang dihadapi dirumahnya. Bukan masalah depan gereja, atau depan masjid.

Itu aku baru kenal 30 menit yang lalu lho, apa lagi kan yang 3 tahun yang lalu kenal. Harunya pasti lebih dalam, dan lebih menyiksa.

Gak akan kebayang, kalo masih didalam kelas, kita mbentak seorang murid-karenaemangpatutdibentak,nakalnya-, atau kita menyakiti seorang murid, kalau udah liat rumahnya, tempat tinggal dia dan orangtuanya, nyeseknya, itu anak orang cuy, tega banget si nyakitin, aku siapa?.

Begitu juga kalau berkunjung kerumah seorang teman dekat, mira-wiwit-sato-lani-zuyyi-naris-nisa-ela-fera-iva-isti-agil-lupi-nafi-iib-mas anom-mas david-mas guf-mas budi-mbak ayuk-mbak aul-mbak tami-mbak uul-bunda-mbak nuha-mbak eni atau mbak lia-mbak ape-mbak dahlia-ulik-mbak desta-mbak nurma-zuka atau ria-dewi-alya-eka-fitri-tuti, akan kelihatan sama saja pas kita ketemu dikampus, iya mungkin beda, karena tiap orang emang beda-beda. Tapi kalau sudah sampe kerumah, apalagi sampe nginep disana. Malam-malam itu pasti jadi meleng. Ya Allah, sekarang aku ada dirumah si ini, tidur disalah satu kamarnya, disambut baik keluarganya, dan mengikuti alur berjalannya kebiasaan rumah ini.

Ada kehangatan yang dirasakan, yang kehangatan itu barangkali juga ada dalam rumah kita-bersama orang tua sendiri. Lama-lama kehangatan itu mengalirkan sebuah perasaan aneh, nyesek.

Jadi merasa, Ya Allah, si A –misal- telah tinggal disini, dengan segala kehangatan dan kebaik-baiksajaan, bahkan sebelum bertemu dengan aku. Nyeseknya, adalah kok aku pernah setega itu menyakiti dia. Beneran, kasurnya, dinding kamarnya, ruang tamunya, aksesoris kamarnya, meja belajarnya, udara kamarnya itu seperti menghakimi kita, mereka mungkin jauh lebih mengenal si-A-teman kita itu, daripada kita. Rumah telah mendamaikannya selama itu, tapi tetiba kita datang, dan bisanya menyakiti.

Apalagi melihat senyum ibu-nya, taukah beliau sedang menyenyumi seseorang yang bisa saja kapan melukai lagi dan lagi bocah yang pernah diperjuangkannya melihat bumi dan dilawannya kantuk untuk membesarkannya. Apalagi, barangkali beberapa kali kita merasa aman, bahwa selama itu bukan tindak kriminal, kita tak akan dituntut untuk mengobati luka anaknya, karena orang tua manapun sekalipun begitu menyayangi anaknya sadar bahwa kita juga adalah sang hidup-anak orang lain- yang tidak terikat apapun untuk diminta mengobati.

Apalagi melihat sang ayah, tidak sadarkah beliau sedang menjamu seseorang yang diam-diam tanpa sepengatahuanmu, menyakiti anak yang dijaga-jaga dan dibesarkannya tanpa sekalipun dia sakiti.
puk puk! cup cup cup, jangan sedih.


Malam seperti akhirnya membikin tidak bisa tidur, tapi pengalaman demi pengalaman dari  rumah ke rumah barangkali memang perlu, untuk mengembalikan dia si teman kita pada kotak sebelum kita turut campur dalam kehidupannya, lalu kita baca untuk membikin pengetahuan dalam diri kita.
          Aku-yang-pasti-menyakiti-kalian.
Mohonmaaf.

5 komentar:

  1. ketika persaudaraan itu sudah erat, maka yang ada adalah mengerti, memahami, saling menanggung beban,
    tak usah ragu dan enggan berbagi cerita dan beban yang sedang ada dalam hati

    BalasHapus
  2. terkadang kita tidak harus paham untuk memahami, atau harus benar2 mengerti untuk mengerti, karena taaruf itu sepanjang masa...

    BalasHapus