Minggu, 13 Mei 2012

Bukan Meracau

Kini aku tahu berbahanya seorang aku melahap beberapa buku sendirian. Itu hal yang biasanya aku lakukan terhadap buku yang sangat menarik untukku, kebiasaan yang kamu sindir juga karena ketertarikanku kurang begitu bermanfaat. Sama sekali bukan berarti tidak berkelas, ini soal manfaat. Apa yang kamu lihat untuk keperluan seorang aku, yang kecerdasanya barangkali tidak tega untuk kamu pertentangkan dengan beberapa orang yang kamu temui dan kamu ajari.
Bukan berarti seleraku juga tidak mencerdaskan, tapi barangkali arah kecerdasanya , menyimpang. Buku-buku ini seharusnya kubaca sebagai cemilan kecil disela makanan utamaku, bacaan yang kamu rekomendasikan.

Sekarang aku kembali tergila-gila tak keluar dari kamar, pertama karena alasan aku memang tidak kuat bangun sendiri dari kasurku, kedua karena aku tak melihat lagi kejadian menarik diluar sana, terlebih karena dengan siapa nanti aku akan melihat kejadian diluar sana. Ada keasyikan yang kamu dapat, tetapi tidak bisa aku lihat. Aku merasa tertinggal oleh dunia –suatu rasa yang dibesar2kan dari efek rasa tertinggal olehmu .

Aku puas dapat menghabiskan satu buku sepagian saja, didalam dada sini ada sesuatu yang penuh yang ingin aku diskusikan denganmu. Dan tiba aku pada kata diskusi, suatu kata yang dulu berat, terlampau berat bahkan. Aku tidak suka membicarakan sesuatu terlampau serius dengan seseorang, barangkali karena lagi-lagi pengetahuanku yang tidak memadai untuk bertukar pikiran dengan mereka. Pada akhirnya, jika suatu kondisi bernama diskusi tak bisa kuhindari aku akan diam bagai seorang murid dilucuti didepan mahadewa-nya.  Dan barangkali, Allah memang menciptakan orang-orang yang mampu diantara yang tidak mampu. Aku melihat bukti ke’barangkali’an itu padamu, kamu bisa membuat aku tidak semacam dilucuti dalam sebuah diskusi-seperti yang selalu kutakutkan- meski aku tetap diam, satu-satunya kamu.

Dan sekarang, aku tahu betul aku memerlukan diskusi. Ini semata karena aku ingin mengatakan, kehilangan ini bukan karena satu-satunya alasan yang kemarin baru-baru ini kamu patahkan, yaitu ketergantungan. Zat itu memang melekat padamu, adiktif. Tapi aku memiliki alasan lain bahwasanya, selama hari-hari kemarin-agak dahulu itu, kamu bukan saja berhasil membuat rasa bahagia, tetapi memperkaya. .
nyambung gak sih gambarnya


Hingga sekarang ini, aku belum terang betul manakah yang mesti berlaku bagi hidupku –bukan lagi soal pertanyaan mana yang benar-, apakah aku harus berhenti hidup membutuhkan orang lain atau aku berhenti bersikap tak butuh orang lain. Keduanya kamu kritik-tepatnya, melalui semacam respon yang tidak berjudul kritik tapi jelas itu kritik-.

Pilihan kedua mengenai bersikap tak butuh orang lain, itu jelas menyalahi- terang kita melihat dalam satu sabda yang bagi kita tak ada hal untuk memperdebatkannya lagi. Mungkin saja bila maksudmu kuterangkan melalui kerangkaku sendiri, begini ; aku tetap membutuhkan orang lain, karena aku takkan bisa hidup sendirian, tetapi kesalahan atau dapat secara ekstrim dikatakan sebagai dosa, bahwa kebutuhanku adalah kamu.

Kebutuhan untuk kembali merasa bahagia sekaligus kaya. Itu menurut maksudmu yang kutafsirkan sendiri. Ini adalah sebuah kesalahan, bahkan dosa yang tidak baik ketika kita sadari lalu kita masih kembali.

Tapi sungguh bukan sejauh tempat dosa itu tinggal, jarak yang ingin kutempuh. Aku akan menempuh jalan yang berhimpit tapi tak menuju kuburan tempat dosa itu bersemayam –yang nantinya akan bangkit jika kita kembali dan membangunkannya, seperti yang telah kita lakukan-. Tidak bisakah kita berjalan lagi lebih hati-hati. Aku yakin aku bisa, tapi aku tak bisa sendirian, aku memerlukan hari-hari yang bahagia dan hati yang diperkaya. Dan aku yakin kamu bisa, kamu merupakan jenis manusia yang cerdas yang tangguh dan yang takkan menyerah pada satu bencana saja, kalau kamu benar menginginkannya.

Kecuali kamu tak benar-benar menginginkannya lagi, ini akan menjadi cerita lain yang akan mengubah persepsi terhadapmu. Catatan mengenai kamu, yang bisa berubah seketika saja saat kamu berdeklarasi tentang keinginan mendasarmu.

Hanya ada dua kemungkinan, kamu tidak menginginkan melalui jalan itu atau kamu menginginkan jalan itu dan memutuskan untuk melaluinya –seperti yang aku harapkan-. Opsi satu –jika itu pilihanmu-, membuatku harus bekerja untuk menyelamatkan prasangkaku atau lebih tepatnya penghakimanku terhadapmu sebagai penjahat. Itu yang terjadi, mungkin jauh dari waktu-waktu buram yang dirasakan pada awal deklarasi –jika saja ada-.



#sepertinya kerasukan mantra bhairawa cakra, kata-katanya mengalir, pas dibaca lagi, nggak mudheng. Tapi dapat ditafsirkan respon dari catatan ini, ada dua respon:

-         nggak mudheng, dan sebuah permintaan tentang bicara yang tanpa majas

-         paham, dan sebuah permintaan untuk jangan menyerah pada keadaan .

Hehe. J

0 komentar:

Posting Komentar