Rabu, 14 Maret 2012

si guru

Tuan, tapi maaf, saya sudah pernah terjatuh saat menunggang kuda. Sebaiknya Tuan mencari orang lain saja.


Ini kesempatanmu.

Saya merasa telah gagal sebagai penunggang kuda, saya merasa tak pantas mengajari putri Tuan. Mohon maaf.

Apakah ada yang lain?


Tentu saja Tuan.

Hmm, baiklah.. lantas apa rencanamu setelah ini?

< >

Berhenti menunggang kuda?

Sesungguhnya berkuda adalah hidup saya tuan, tapi saya merasa telah gagal dalam berkuda, saya terjatuh, oleh kesalahan saya sendiri,tulang belakang saya sedikit bermasalah dan itu tidak bisa kembali normal.

Tapi itu tidak menghalangimu untuk terus berkuda kan?

Sesungguhnya, tidak tuan.

Berarti kamu tidak berhenti menunggang kuda kan?

Saya harus tetap menunggang kuda, tapi untuk saya sendiri, untuk bertahan hiup. Tetapi, saya tak mau jadi pengajar berkuda lagi.

Kenapa?

Sebenarnya, tidak hanya jatuh badan saya, mental saya ikut jatuh. Saya merasa gagal, pun ketika kembali melihat kuda, saya trauma, serta merasa berdosa pada kuda. Saya perlu terapi agar dapat berkuda seperti semula.

Dan kamu mau mengajar setelahnya?

Tidak

Kamu akan membiarkan putriku mengulangi kesalahanmu berkuda, dan mengulang kisahmu, lalu putriku juga enggan mengajari orang lain berkuda, dan orang lain akhirnya mengulang kisah putriku, dan seterusnya dan seterusnya.... iya kah?

Tidak Tuan, putri Tuan akan menjadi seorang perempuan penunggang kuda terbaik, di seluruh negri bahkan, dan dia akan mengajari orang lain pula. Tapi guru dari putri tuan bukanlah saya, bukanlah seorang yang pernah terjatuh menunggang kuda, yang bermasalah dengan tulang belakangnya, tentu Tuan tidak menginginkan putri Tuan terjatuh karena diajar oleh seorang ‘kalah’ seperti saya.



Sama seperti ayah penjahat yang tak pernah membiarkan anaknya jadi penjahat juga, sama seperti ayah miskin yang tak ingin anaknya miskin juga, sama seperti ibu pelacur yang tak ingin putrinya jadi pelacur juga. Haruskah kita belajar hanya pada orang yang selalu benar, tak pernah gagal?



Tuan dapat mengatakannya ketika Tuan bukan saya. Tuan membayangkan, orang yang berkoar-koar didepan Tuan tentang wajib membayar pajak ternyata tidak membayar pajak? Lalu orang yang menasihati Tuan tentang nasihat perkawinan ternyata bercerai?



*masih nggantung, masih belum menemukan penghiburan yang tepat untuk si pengajar kuda. Aku yakin si Tuan benar, tapi belum menemukan kalimat yang tepat untuk membungkam si pengajar kuda.





3 komentar: