Rabu, 04 Januari 2012

tim hujan

Nenek kenapa hujan begitu tentram?


Tanya sang cucu, nenek hanya menatapnya teduh, seteduh dan setentram hujan.

Ini cerita lama nak, yang sudah usang.



Awan sudah mengirim kabar mendungnya ke atas bumi, sudah menjadi pertanda biasa, akan segera turun hujan. Hari ini memang bukan jatah matahari menyinari bumi. Biar bumi merasakan hujan. Biar bumi merasakan basah.

Siklus waktu memang sedang begitu, sehabis kerontang panjang –yang semoga diterima dengan ketabahan- maka bumi akan diganjar hujan yang basah, yang menentramkan.

Tapi butir-butir hujan belum bersiap, mereka terdiam diruangannya masing-masing.
Asik dengan hidupnya sendiri. Awan sudah cemas kalau-kalau partner-partnernya membuat ulah, tidak biasanya. Pekerjaan membikin basah bumi adalah pekerjaan yang mereka sukai, apakah sekarang sudah berubah.

Di sela kepanikan akan ulah bulir-bulir hujan itu, ingat dulu, dengan bersemangat mereka bilang

‘’ Tenang saja Awan, ini pekerjaan kami, kami memang akan menyampaikan tentram dan makmur yang sudah menjadi hak bumi, kami akan turun dan lebur bersama tanah. Biar kami bantu akar-akar itu dengan meminum kami, biar kami bantu tanah basah lagi, biar kami bantu bumi hijau lagi. Karena memang untuk itu kami diciptakan, memberi manfaat untuk bumi.”

Awan galau. (jaman dulu juga udah ada galau)

Apa mereka sudah lupa kata-kata mereka.

Sang Awan meminta Awan lain untuk menengok ke kamar langit sana.

Beberapa tetes hujan sudah bersiap, tetapi sisanya masih enggan-enggan an untuk turun ke bumi.

“ Ayo, segera” ajak Sang Awan.

Mereka tak bergeming.

“ Apa kalian sedang bermasalah ?”

Mereka sukses diam.

“ Giliran kalian yang turun ke bumi, ini tugas kalian”

“ Sebenarnya kami bisa memilih untuk tetap disini kan? Kami terlalu lelah, kemarin kami menghujani sebagian wilayah Jepang, lalu sorenya kami disuruh turun di sekitar Peru sana, kami lelah” keluh salah satu bulir hujan.

Awan menghela nafas,

“ Kalian bisa memilih untuk tidak turun dan melihat dari sini saja, melihat kegersangan dan tidak berbuat apa-apa, bisa saja”

Beberapa bulir hujan terhenyak dengan perkataan itu.

“ Ayolah.. ini bukan kalian” Awan berusaha menyulut semangat.

“ Kami akan berarak sekitar setengah jam lagi, semoga kalian sudah memutuskan, atau memang hari akan selamanya mendung tanpa pernah turun hujan “ tutup Sang Awan yang kemudian pergi meninggalkan bulir-bulir hujan, bengong.

Kepergian Awan membuat salah satu diantara mereka berkata,

“ Kita mesti turun”

“Aku tidak mau”

“Kenapa?”

“Nggak mau aja, males”

“Tapi ini sudah tugas kita, kalau bukan kita siapa lagi?”

“Iya, iya, aku mau” sela yang lain

“Tapi aku tetap tidak mau”

Beberapa kukuh untuk tetap tinggal ongkang-ongkang di langit, tau dan sadar benar bumi gersang, tapi enggak mau turun. Bilang prihatin sama keadaan bumi, tapi enggak mau turun.

Tapi beberapa mau.

Ihhh, bener-bener nggak kompak.

“ Kita diciptakan menjadi generasi hujan berikutnya setelah generasi hujan kita sebelumnya telah mencoba turun ke bumi dan memberi manfaatnya, melalui siklus yang panjang kita dilahirkan, bukan untuk seperti ini....”

“....... untuk melanjutkan tugas ke- hujan- an kita. Melanjutkan tugas manfaat kita”

Hujan diam. Langit diam.

“ Ya sudah kamu turun sana, aku enggak”

“mmm, kita akan turun sebagai hujan, bukan tetesan air. Nggak ada ceritanya hujan Cuma satu tetes, hujan itu pasti ribuan tetes, yang emang satu visi, yang bareng-bareng, yang niatnya semuanya membasahi bumi,”

“Masing-masing dari kita kan dikasih keistimewaan, yaitu mampu membasahi, karena sifat kita begitu. Kamu bisa melakukannya, aku bisa melakukannya”

“ Iya kalau yang mau kita basahi Cuma selebar daun pinus, kamu aja sendiri cukup. Tapi yang butuh hujan seluas bumi ini .......“

“............kita ini satu tim, tim hujan. Dan itu bukan kita sendiri-sendiri”

Kalu Cuma satu tetes, itu kuah orang jangkung yang muncrat waktu ngomong didepan kamu yang kontet, he. Kalau Cuma satu tetes siapa yang mau menghilangkan noda di beranda masjid yang kotor. Kita bukan air keras yang sekali tetes aja bisa menghilangkan stiker di helm.

Kita Hujan, kita tetes-tetes air yang bersatu menjadi air hujan, dan kita akan turun bersama. Membuat bumi basah, membuat hari teduh, menyampaikan apa yang telah jadi hak bumi.

===\

Saat semua bersatu bersiap untuk turun

“ Eh, kenapa masih disitu...?”

“ Sebentar, aku lupa membawa seuatu “

“ Kamu bawa apa saja itu?”

“ Ini adalah parfum, aku memakai parfum hujan yang jika bertemu tanah, akan menghasilkan bau yang luar biasa...”

“ Lalu yang di tangan kirimu “

“ Ini cinta, aku mengambilnya dari kamar langit dekat sang matahari sana, tenang saja, aku sudah ijin kok, aku akan turun ke bumi dengan cinta. Supaya banyak orang bisa merasakan bahagia kalau aku turun......... “

Aneh.

“.......... Iya, tapi ini aku bawa banyak kok.......”



Mereka membawa cinta ternyata.

Ini cerita usang, yang perlu diceritakan lagi, jadi batepa hujan saja mengerti kebersamaan. Dan tak jarang kebersamaan bisa tercipta karena turun hujan.

Dongeng ini sampai ke pada anak kecil yang takut hujan pada postingan sebelumnya.



Alienangin. Pagibuta.

4 komentar:

  1. eh, dreamteam, ada blog yang pake dream team temanya,

    BalasHapus
  2. mana mana mna? minta link nya

    BalasHapus
  3. kehilangan....tadi lagi blogwalking,
    malah ada lagi -lain blog- baju-baju dream team, blogger fashionista tapi, hihihi, bajunya buat perempuan semua

    BalasHapus