Selasa, 17 Januari 2012

Salmon aja berani pindah, kita enggak??



Lagi kecanduan Radityadika, emang udah lama banget si, tapi sejak keselesaian bacanya manusia setengah salmon, sebagai manusia remaja muslim yang sedang mencari-cari, kepengin tiap kejadian selalu ada hal yang bisa diambil sebagai pelajaran.

Setelah cerita tentang Kasih Ibu Sepanjang Belanda, ada dua kisah lagi dari keseluruhan tiga kisah yang paling favorit di buku terbaru Radityadika. Ialah sepotong hati dalam kardus coklat dan manusia setengah Salmon. Ada yang bisa di pas-paskan dengan pelajaran yang selama ini dijalani (seenggaknya dipaksa ada titik pas nya).

Sebelum tak tunjukin titik pas nya,
biar tak tulis dulu kutipannya dari kisah terakhir dalam bukunya:

Padahal untuk melakukan pencapaian lebih, kita tak bisa hanya bertahan ditempat yang sama, tidak ada kehidupan lebih baik yang bisa didapatkan tanpa melakukan perpindahan, mau tak mau kita harus pindah dan berani berjuang mewujudkan harapannya. Bahkan rela mati di tengah jalan demi mendapatkan apa yang diiinginkannya.

Gue jadi berpikir, ternyata untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, gue gak perlu menjadi manusia super. Gue hanya perlu menjadi manusia setengah salmon : berani pindah.

Berani pindah.

Ada apa dengan berani pindah?.

Itu lah kebiasaan Salmon sekaligus dua kata yang tak garis bawahi, berharap dapat menunjukkan arah ke tempat titik pas.

Kalau dibuku itu kasusnya adalah pindah rumah dan pindah hati, bahwa dia habis putus pas barengan dia mau pindah rumah. Ada kenangan-kenangan di rumah yang mau dia tinggalin dan begitu juga dengan hati (pacarnya) yang dulu. Yang bikin berat buat pindah.

Move on, itu si intinya mungkin.

Alasan pindah rumahnya adalah karena rumah itu sudah terlalu sempit, dan alasan pindah hati barangkali mereka sudah tak lagi cocok.

Keduanya (pindah rumah dan pindah hati), tetep ada masa dimana, kita sebenarnya ogah. Gak mau. Nyaman dengan rumah ini. Masih pengin dengan hati yang ini. Tapi keduanya sama-sama ketemu sama kenyataan bahwa rumah dan hatinya sudah sama-sama nggak cocok lagi buat diri pribadi.

Lhah, ngerti nggak cocok dari mana?. Orang bisa mengatakan ini kurang manis, karena udah pernah ngrasain yang manis kan?. Artinya kalau kita bisa mengatakan ini gak sesuai standar, berarti kita udah tau dong standarnya kaya mana. Ada ideal yang emang udah di angen-angen kita.

Rumah ini udah gak cocok karena terlalu sempit, berarti di angen-angen kita udah ada gambaran bahwa kita butuh rumah yang lebih besar dari ini. Kita perlu pindah dari tempat kecil ini, ke tempat yang lebih besar yang sudah ada dalam gambaran ideal kita sebagai hasil dari ngeliat keadaan kita sekarang ini.

Balik lagi, masalahnya kadang kita tau harus pindah, kita tau idealnya kita nempatin tempat yang mana, tapi kita ogah. Gak mau. Banyak alasannya. Salah satunya gak berani move on, kita tetep mau disini, padahal disini udah kosong.

Kita tau baik buat kita tapi kita tetep belum mau kesana, gak berani, takut disana kenapa-kenapa, takut dijalan pas pindahan itu banyak halangannya.

Emangnya salmon pindah itu, gak ada ancaman dimakan ikan yang lebih besar?, mereka pindah dengan jarak dua kali jarak jakarta-surabaya, dan mungkin aja belum sampe mereka bertelur ditempat ideal mereka, mereka mati dimakan ikan besar.

Emangnya pindahan rumah itu gak ribet ngurus segala macem dan beradaptasi?, packing2 di rumah lama, ngebongkarin dirumah baru, kenalan sama tetangga baru, membiasakan diri dengan lingkungan baru. Susaaaaah.

Tapi kan inget, alasannya udah jelas buat pindah. Ada satu ke ideal an yang sudah ingin kita tuju, tentu ke idealan dalam kasus masing2 ya.

Dalam kasus rumah, mungkin saja kalau ada norma ke tempattinggalan, akan diatur, ketika rumah kamu dah sempit dan gak sehat buat keluarga kamu, harap pindah ke tempat baru yang lebih luas dan sehat. Itu emang gak diatur secara tertulis.

Dalam dunia kerajaan ke salmonan, kalau mau bertelur, berpindahlah, mungkin nenek moyang mereka sudah mengatur, jarak pindah nya, tempat yang dituju ketika mau bertelur, dan sebagainya. Dan salmon2 itu, tau norma ke salmonan mereka, dan patuh, dan mau gak mau mesti pindah, karena mereka yakin akan norma ke salmonan nenek moyang mereka.

Urusan pindah rumah dan pindah hati aja, radityadika aja nyimpulin kalau kita musti berani, nggak akan dapat apa2 kalo Cuma disitu, kalau tau yang baik ada disana, mantepin buat kesana. Emang akan ada banyak halangannya.

Nhah kalau tempat ideal, hal ideal dan standar ideal itu udah ada yang ngatur, dan itu universal. Gimana?. Maksudnya bukan Cuma perkara pindah hati dan pindah rumah. Ini perihal yang lebih dalem dari itu.

Pribadi, jadi pribadi yang ideal sesuai standar yang mustinya jadi standar kita banget, yang memeluk Islam. Standar yang udah diatur oleh kitab suci agama Islam. Alquran. Kalau sudah tau dan ngerti gimana seharusnya kita, misal kalau udah ngerti sholat kenapa gak sholat. Kalau udah ngerti sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat buat orang lain, kenapa masih ragu buat melakukan hal-hal yang bisa bermanfaat buat banyak orang. Misal lagi ni, buat cewek, kalau tau ada perintah menutup aurat dalam Alquran, terus kenapa masih ragu nutupin aurat. Ya seputar-putar gitu dan lebih dalem lagi si.

Ribednya si harus beradaptasi, harus menerima tekanan dan serangan dari orang lain, bahkan sampe yang menyakitkan. Hemm, masa kalah sama salmon. Berani pindah dia. Sekalipun mesti nerima resiko mati dijalan pindahannya. Kita, kenapa enggak.

0 komentar:

Posting Komentar