Rabu, 22 Februari 2012

tanpa engkau

aku masih ingat ketika ibu melepasmu jam lima pagi tadi, belum terang tanah, ketika engkau mencium kening ibu dan ibu mencium punggung tanganmu.
kalian baru saja selesai sholat shubuh, aku masih membawa selimutku saat ibu membukakan gerbang untukmu.



hari ini aku tak diantar engkau lagi.
aku belajar tak akan pedih lagi, ketika di beberapa rumah meja makannya di huni oleh seorang ibu,
 beberapa orang anak, dan ayah yang khas dengan korannya. aku belajar tak pedih dengan tidak adanya keadaan itu.

selesai mengunci gerbang, ibu membuka semua jendela dari rumah ini.lebar-lebar, begitu juga seluruh tirai, aku pernah bertanya mengapa, tapi ibu hanya tersenyum
masih dingin sekali udara ketika aku ingin menarik lagi selimutku.
aku kembali menuju kamarku, setelah melepasmu juga dari atas tangga, aku kecewa engkau pergi sepagi ini, apa kau tidak mau melihatku berkemas menuju sekolah, apa kau enggan menyisir rambutku sebelum dipakaikan jilbab?.
 aku melewati kamarmu yang mulai dirapikan ibu, kedua bantal yang ibu rapikan itu, akan dihuni lagi salah satunya setelah lewat tengah malam nanti, saat penghuni disebelahnya membuka matanya yang kantuk untuk membukakan pintu, untukmu.
tentu saja aku sudah tidur waktu itu.

ibu menyuruhku bersiap kesekolah, saat dia sendiri menyiapkan sarapan kedua pagi ini. ibu sudah membuatkan bekal yang ditaruh dalam kotak makan yang tanpa kau ketahui telah dia masukkan dalam mobilmu., pagi tadi.

Ibu membetulkan jilbab yang kupakai, seraya menasihatiku untuk tak pulang terlambat lagi. aku mengeluh akan permintaan ibu yang satu itu, aku merasa aku ingin bermain lebih lama, lagipula kenapa aku harus pulang cepat, jika tidak pernah ada engkau dalam pulang cepatku.
aku menjawab, apakah ibu pernah bilang begini juga tadi pagi saat mengencangkan dasi?
ibu tersenyum


aku pergi kesekolah, ketika ibu membereskan seluruh kertas yang dia selesaikan semalam sambil menahan kantuk.
aku pulang agak terlambat, meleset dari permintaan ibu. aku masuk rumah saat kudapati ibu tengah sibuk dengan komputernya dan berbalik menyambutku, menyapaku hangat dan lembut serta menanyakan apa saja yang terjadi hari ini padaku, ibu akan melakukan hal ajaib ini lagi nanti tengah malam. bukan padaku memang. pada engkau.

aku sedih, karena aku cuma melihat satu tanganku saja digandeng saat berbelanja ke  swalayan, padahal puluhan anak mengangkat kedua tangannya keatas dan menyerahkan keduanya untuk digenggam dua orang berbeda.

aku sedih, karena aku hanya dapat tau kemampuan matematika ibu, sebab begitulah tiap malam yang kudapatkan. belajar bersama ibu.

aku ingin tau bagaimana engkau mengajariku matematika, aku ingin tau apa makanan kesukaanmu, aku ingin tau baumu yang khas, aku ingin tau matahari yang kata ibu terbit dari wajahmu, kenapa aku jarang bertemu denganmu.

aku merajuk pada ibu jika sudah begini. dan aku mulai meniru kebiasaanmu pulang telat.

aku selalu mendapati muka ibu yang tetap sumringah saat baru hampir mahrib aku baru pulang dan kubohongi ibu bahwa ada les. ibu tetap menanyakan bagaimana les ku hari ini.

dewasa ini baru aku tau, itu perilaku ajaib yang tak mudah untuk dipertahankan. dewasa ini aku baru tau seharusnya aku ada disisi ibu selalu biarpun engkau pulang telat.

aku tak dapat membayangkan sepinya ibu tanpaku dan tanpamu, ayah.
peristiwa lalu itu adalah pelajaran ajaib tentang sebuah kesetiaan.

1 komentar: