Minggu, 26 Februari 2012

semut dan istananya



Bukan Cuma daun, mereka juga membawa remah-remah makanan. Bersama-sama. Tapi pernahkah kalian tau kemana sebenarnya mereka pergi?. Ke rumah mereka. Seperti setiap manusia yang seharusnya punya rumah, rumahnya, kos nya, kontrakannya, atau kampusnya yang terasa seperti rumah, atau jiwa orang lain yang terasa seperti rumah buat dia. Pada akhirnya, memang setiap kita-manusia- membutuhkan tempat kembali untuk bernaung, tidak perlu terlalu risau sebenarnya, tempat kembali itu Allah, -ingat mantra patronum-, dan pada akhirnya setiap kita-manusia- membutuhkan seseorang atau sesuatu tempat yang seperti rumah buat dia (rumah=nyaman).


Ini ada sedikit dongeng tentang kemana sesungguhnya semut-semut itu menuju.
Tapi ini cukup rahasia, janji ya hanya kalangan manusia saja yang tau. Dongeng ini sudah sejak lama tertahan di badan sensor dongeng yang menyeleksi datangnya dongeng-dongeng dari berbagai planet. Tapi pada akhirnya, badan sensor dongeng merasa perlu menyebarluaskan dongeng ini. Ini dongengnya.

bukan hanya daun, remah –remah yang mereka bawa terlihat sangat berat sekali di punggung mereka. Tapi begitulah, mereka berkorban untuk hidup. Semut itu unik, mahluk-mahluk kecil yang tidak bisa sendirian, mereka mesti rombongan, kelihatan tidak gentle si kadang-kadang, nggruduk rombongan. Tapi kamu coba rasakan hidup sendirian? Orang kita tertakdir sebagai mahluk sosial, kayanya semut juga gitu. Akan kuat jika bareng-bareng, kaya hujan, akan hujan namanya jika bareng-bareng. Kaya manusia kan?

Pernah berpikir dimana mereka hidup?

Ya mereka punya kerajaan mereka, mereka tinggal ditanah, tinggal di daun, tinggal di pohon. Mereka membikin lubang di tanah, dan tinggal dibawahnya. Maka layaknya sebuah kerajaan mereka punya ratu. Sebuah kerajaan mesti membangun istananya. Dan sudah pernahkah kalian tau, istana kerajaan semut yang paling indah itu dimana.

Yakin akan mendengarnya?

Pada sebuah kepala. Mereka pulang kesana setiap petang. biarpun rasa menolong terhadap sesamanya lumayan besar, semut termasuk yang agak keras kepala, agak kurang sabar, dan kurang ingin keberadaannya diketahui. Jadi jika mereka pulang, jarang mereka ngabari dulu, tapi apa salahnya, orang lagi pulang ke rumah sendiri, masa harus ngabari si.

Semut juga memiliki emosi, kadang mereka baik-baik, baca buku, belajar, bermain sesamanya, tapi kadang semut semut remaja yang masih labil emosinya mereka bermain cakar-cakaran jadi membuat rumahnya heboh. Atau mereka juga suka main band, sehingga membuat rumahnya dipenuhi dentuman-dentuman suara yang merdu (dan berisik).

Tapi, semut adalah mahluk yang setia. Sekali dia menemukan tempatnya yang nyaman, dia akan susah jatuh hati kelain tempat, enggan mereka diusir.

Suatu kali, aku pernah dikirim untuk berdialog dengan mereka

Kalian nyaman tinggal disini?

Ya, disinilah rumah kami, kamu juga kan bilang, pada akhirnya kita akan membutuhkan sesuatu yang seperti rumah, yang nyaman untuk kami tinggali.

Kalian pernah menduga, apa yang sedang kalian tempati?

Bukan menduga, kami memang berencana tinggal disini, kami tau ini sebuah kepala, bukan tempat tinggal yang umum bagi koloni semut. Mulanya hanya satu koloni yang mencoba daerah baru seperti ini, tapi akhirnya ketika beberapa koloni lain mencoba berkunjung, mereka menyukai tempat ini, kami akhirnya bergabung dari koloni yang makin bertambah banyak itu membangun sebuah kerajaan kami, di kepala ini. Ini tempat yang nyaman, tempat yang unik.

Apa uniknya?

Pernahkah kamu melihat jenis kepala seperti ini? Jalan-jalan disini aneh, berkelok, berliku-liku, tidak lebar tapi panjang, tanpa ujung, kanan kirinya hijau. Dimana-dimana berisi huruf-huruf, taukah, betapa kami bisa belajar disini. Saat matahari terbit, apa yang terjadi dengan seluruh hal dalam kepala ini, mereka merencanakan pergi ke bulan. Kami tau ini pilihan yang tepat untuk tinggal disini, kami tau kisah kami akan abadi jika tinggal dikepala ini.

Apa kepala ini pernah memberontak karena daerahnya kalian tinggali?

Hmmm, belum ada perlawanan berarti, jikapun iya kami akan tetap tinggal.

Aku dengar kepala ini seringkali kesakitan, apa tanggapan kalian?

Ya, maafkan kami karena kami kadang membuat sakit, kepala ini hanya perlu beradaptasi saja. Kami sedang merencanakan sesuatu untuk istana kami, kami sadar efeknya bisa membuat saraf-saraf dikepalanya bermasalah, membuat pandangannya kabur, dan merasa dunia ini berputar-putar. Kadang kalau perlawananya mulai sedikit keras, kami bahkan terpaksa membuatnya tak sadarkan diri, sesungguhnya kami tidak tega, betul, apalagi jika kami dan beberapa mahluk yang tinggal di perut membantu produksi darah, sehingga stok darah yang ada menjadi luber dan harus segera dikeluarkan melalui mulut, tapi yang kami lakukan adalah sedang memperindah istana kami, rumah kami. Kepala ini hanya perlu membiasakan diri saja.

Kalian tidak pernah berencana pergi?

Sejauh ini beberapa zat kimia belum dapat membuat kami pergi, justru kadang itu memperburuk keadaanya. Karena secara ilmu pengetahuan, tindakan kami ini belum pernah tercatat, ini benar-benar baru kami lakukan dalam sepanjang sejarah dunia semut. Mungkin suatu saat kami akan pergi, kami tidak perlu diusir keras-keras, kami akan pergi jika sudah waktunya kami pergi.

Jika sudah waktunya, kapan itu?

Ini rahasia ya, kamu jangan bilang kepada kepala ini dan kepada siapapun (semut itu tidak sadar, apa gunanya wawancara, ya untuk disebarluaskan). Kami hanya diutus, dari segala cerita yang kami karang, itu agar rasional saja, sejujurnya, kami hanya diutus untuk menemaninya, itu kenapa kami sering pulang waktu petang, kami hanya ingin menemani dia waktu-waktu sendirian, bahkan jika dia tidak punya kepala lain untuk menampung seluruh bundelan benang di kepalanya, kami siap mengurainya, memang prosesnya sakit. Kami akan tinggal disini, sampai dia benar-benar menemukan kepala lain yang bisa mengurai bundelan-bundelan benang yang seringkali kusut oleh otaknya yang berliku-liku, barangkali saat itu kami akan pergi.

Barangkali?

Ya, barangkali. Barangkali surat tugas kami diperpanjang hingga dia menemui waktunya. Yang jelas kami tidak mungkin datang pada kepala yang tidak mampu menahan ‘sakit’ ini, ini pasti sudah bagian dari takdir, kami datang dan tinggal di kepala yang tepat, kepala ini perlu beradaptasi dan itu membuat dia kuat, kami jarang membuat istana di kepala, karena tidak semua kepala mampu. Dan kepala ini mampu.

Aku bengong, dan semut-semut itu merasa wawancara sudah berakhir. Mereka pulang berbalik seperti seorang tua yang bijak bestari baru saja membiarkan sang cucu menuai makna nasihatnya.

Kapan-kapan kalau mereka sudah pergi akan kubikinkan dongeng lagi. ini sekian dulu.



2 komentar: