Senin, 12 Desember 2011

biar kuulangi : aku kehilangan kamu

KAMU BAHAGIA. BAGAIMANA BISA AKU TIDAK
Ah! Aku ngerti, aku ngerti.
Namanya perasaanku di hari itu.
Namanya ketidaknyamanan yang datang di hari itu. Namanya hati yang dikosongkan sesisi.
Namanya tulang-tulang kaki yang kaya dilolosi.
Namanya kehilangan
Iya, kehilangan kamu.
Hari itu kamu kubantu dandan cantik sekali.
Kamu senyum, bagaimana bisa aku tidak.
Kamu bahagia,seneng banget hari itu, bagaimana bisa aku tidak.

Aku senyum dong, aku bahagia.
Musik-musik berdentuman diruang tamu, kamu merona, kamu bahagia, bagaimana bisa aku tidak.
Semua orang bahagia, semua orang berdandan cantik, dan kamu yang paling cantik. Kamu bahagia dalam kecantikanmu hari itu, bagaimana bisa aku tidak.
Seminggu sebelumnya, kubantu ibu-ibu didapur mengirisi kentang dan menggorengnya.
Kamu tau aku suka kentang, dan aku bahagia atas keuntungan dekat dengan kentang yang segitu banyaknya.
Lebih tepatnya karena kamu bahagia, ini momenmu, bagaimana bisa aku tidak.
Pagi buta, kutemani kau dandan.
Dan ketika matahari mulai naik, kau kutemani keluar dari kamar yang waktu itu aku insaf betul telah berubah.
Kamarmu, yang terletak didepan dengan jendela yang rendah, tempat biasanya kamu lewat ngabur kalau mau pergi main denganku, dihiasi kelambu warna hijau.
Aku itu warna kesukaanmu.
Kamarmu, yang sering kita lewatkan berdua, mulai dari membaca majalah donald bebek, hingga melihat ramalan bintang di tabloid Gaul.
Kamarmu, tempat kita perang bantal, atau tidur kelelahan setelah seharian ngisruh ayahmu di kebun. Kamarmu, tempat kamu simpan diari-diarimu
dan kamu ceritakan padaku tentang siapa teman yang nakal di sekolah tadi pagi.
Kamar yang baunya wangi itu, dulu tempat kamu dan aku menangis karena dicuekin teman satu sekolahan.
Kamarmu yang sepreinya sering sekali kotor karena kaki kita langsung naik dari bermain di pasir sesorean.
Kamarmu yang kadang sepi karena kamu menginap ditempatku.
Kamarmu, tempat kau menunjukkan baju barumu.
Dan kita bermain putri-putrian.
Kamarmu, tempat pertama kali aku membaca surat cinta-deg-degan-. K
amarmu yang kini penuh dengan melati.
Semenjak pagi itu dimana kamu kugamit keluar ruang tamu pelan-pelan.
Aku kehilangan kamu.
Biar kuulangi ; aku kehilangan kamu.
Aku kehilangan kamu, semenjak hari dimana lelaki yang tidak lebih dulu dariku menjadi temanmu itu,
berjabat tangan dengan ayahmu. Lelaki itu disebrang meja dari ayahmu.
Saat itu perasaanku sudah susah didefinisikan.
Setelah ayahmu selesai menjabat tangannya, dan orang-orang berkata sah lantas mengangkat tangannya berdoa.
Entah doa yang apa. Walaupun tubuhku refleks bergerak mengantarmu keluar, menemui lelaki itu, aku belum mengerti kalau aku kehilangan kamu.

Baru hari ini aku paham.
Penjelasan dari nama perasaanku di hari yang aku nggak pernah ngerti namanya.
Semenjak hari itu, hari dimana kamu bersalaman dan mencium takzim lelaki yang tiba-tiba sangat mencintaimu lebih dari aku. Aku duduk pelan-pelan, kuminum air teh yang tersedia dikamarmu.
Lalu kuintip kamu dari pintu kamar.
Kamu tersenyum, tenang dan bahagia.
Bagaimana bisa aku tidak, pikirku. Lalu aku bangun dan mengambil kamera, kuabadikan hari itu.
Masih dengan perasaan yang aku tidak tau namanya.
Orang-orang, termasuk aku berfoto denganmu, dengan perasaan bahagia. Tentu saja. Hilir mudik tamu datang dan pergi mengucapkan selamat untukmu dan lelaki itu.
Aku dari jauh melihatmu.
Haru, iya.
Aku menangis.
aku menangis, biar kuterangkan.
Aku menangis, karena kamu terlihat begitu bahagia, bagaimana bisa aku tidak.
Tapi separuhnya waktu itu aku belum bisa menafsirkan apa nama makna menangisku. Hihi.
Semenjak hari itu.
Kamu yang dulu seharian penuh bermain boneka denganku, kini hanya sempat menyapaku. Karena kau sibuk memasak didapur, pagi-pagi kau melepas orang asing itu pergi bekerja. Dari balik tirai kamarku yang terletak didepan rumahmu, aku sedang membereskan gambar-gambarku.
Yang dulu sering kutunjukkan padamu. Tapi jangankan bisa kutunjukkan. Setelah melepas dia pergi, kau langsung masuk rumah lagi.
Dan kalau ada pasar malam, kamu biasanya sulit sekali kuajak pergi, karena orang asing itu tidak mengijinkan, atau karena kamu kelelahan.
Kamu mudah sekali kelelahan padahal dulu kalau siang kita seharian cebur-ceburan di sungai, malamnya kita masih sempat menikmati pasar malam.
Aku kehilangan kamu.
Semenjak orang tuamu merayakan bertemunya kamu dengan orang asing yang tiba-tiba begitu mencintaimu, dan katanya menggantikan tugas ayahmu untuk menjagamu.
Aku mengerti itu hari ini.
Aku dapat menamai itu hari ini.
Tapi aku belajar, ada gerbang dimana kamu genapkan separuh agamamu.
Tentu saja ada syukur yang dalam disana, tentu saja kamu bahagia, bagaimana bisa aku tidak.
Waktu itu namanya adalah hari pernikahanmu.
Semua orang bahagia, bagaimana bisa aku tidak. Kini didalam perutmu ada nyawa lain. Dan aku menunggu giliran menjadi tante.
Aku tersenyum saja ah.. biar indah. Heh

0 komentar:

Posting Komentar