Rabu, 30 Juni 2010

bertahan disana

Dinda apa kabar kau disana

Angin sudah keburu porak poranda malam ini, aku yakin aku baik baik saja dengan doamu, rindumu, dan kepercayaan pada Tuhan kita yang sama, ALLAH, mungkin kau tau dimana aku, mungkin juga tidak, mungkin aku tau dimana kau, mungkin juga tidak, tapi aku tau aku punya rindu, dan aku tau kau juga punya rindu, nun disana, entah disebrang laut yang mana, kau pasti sisakan spasi panjang dalam doamu, seperti yang kulakukan untukmu yang entah ada dibelahan bumi mana, aku baik-baik saja, meski tak kentara, tapi aku sedang tidak mengharapkan penantian panjang, aku sudah menitipkan hal ini semua pada TUHAN, TUHAN kita pasti sama kan? ALLAH, pemilik cinta tertinggi

lelahkah menunggu berkelana
Lelahkah kau disana

Tidak, kujaminkan itu untukku, untuk hari-hariku, Tuhan kita yang sama itu, Allah , pemlikku dan pemilikmu itu senantiasa memberi hati yang teguh untukku.
Pagi sudah menyapa, tapi mentari tidak ingin ikut, mendung, dibelahan bumi yang kupijak.
Aku sudah menyelesaikan satu artikel semalaman, untuk kukirim pagi ini. Kumasukan dalam amplop dan menyimpanya dimeja belajarku, dekat jendela yang tirainya semalam dikebatkebitkan angin, angin yang kuceritakan porakporanda itu, dan komputerku, kumatikan pagi ini, dia lelah, apalagi monitornya, dia selalu lebih sendu dari pada mataku jika sudah hampir selesai artikelku.
Pagi ini aku akan pergi kuliah, kebetulan jamku penuh untuk kuliah hari ini, disela jam kuliah nanti, akan kusempatkan sholat dhuha, tentu sholat dhuhur dan sholat ashar juga, sedikit membaca alquran, dan pergi keperpustakaan, aku memang tidak pernah nyaman di ruangan kotak berisi begitu banyak buku itu, tapi aku bahagia, menurut ku definisi yang susah untuk menceritakan bagaimana definisi bahagia itu ketika ia didapatkan ditempat yang sama sekali tidak nyaman.

-Mungkin itu karena nafasmu diburu.
Aku berjalan cepat, cepat sekali, karena dari parkir motor yang ada, kelas yang kugunakan untuk kuliah sekarang jauh sekali, bisa dikatakan diujung lorong, institusi penuh anak laki-laki, tapi aku tak masalah, toh, aku tak begitu suka bergaul dengan perempuan, apalagi berpacaran, menyapanya pun aku harus mengumpulkan segala minatku dalam setahun. Mereka bilang ini dingin, ah, tapi tidak, sekumpulan orang yang suka main dimasjid itu, takmir masjid itu, atau orang-orang yang suka pakai jaket dan celana agak tinggi itu, mereka juga tidak bergaul dengan perempuan secara berlebihan, menyapa pun dengan doa, pun tak pernah dengan mendongakan kepala. Aku juga, kurang lebih seperti itu, tapi tidak, aku bukan orang yang suka ’nongkrong’ dimasjid, ya hanya sekali sepuluh kali, tapi aku lebih suka dikata ’nongkrong’ didepan laboratorium sosial, ”LANGIT”. Aku bekerja disana, sebagai relawan dengan gaji yang hanya cukup untuk untuk makan, memang, ayahku masih tidak mau memberhentikan kirimanya, tapi memang juga tidak aku pakai.
Aku selalu berjalan cepat, karena aku seperti diburu sesuatu, ditunggu disana, diujung lorong institusi penuh anak laki-laki.


Sayang aku kan segera pulang
tunggu aku dengan senyummu itu
Tunggu aku dengan senyummu itu

” Ari, pekan ini pulang ya? ”
” ya . Ari sedang kuliah ”
Klik.
Ibu meminta aku pulang, akupun sudah menginginkan hari itu, dimana aku bertemu dengan mereka lagi, motivators hidupku, pemantik jentik-jentik bahagia, dan penyulut bara rindu.
Sudah lama aku pergi, setahunan ini, ibu, ari pulang. Ayah, ari kecilmu pulang.


-Aku seperti melihat perempuan tersenyum. Ibuku. aku sudah lama tak mengobrol denganya. Aku harus pulang cepat hari ini, aku sudah seperti anak dari mesin dan kertas, aku selalu mengobrol dengan keduanya, tapi tidak dengan ibuku. Ya, akan kubawakan, sedikit ’egg roll’ untuk memulai kemanjaanku sore ini dengan ibu.
Aku tersenyum, sedikit.

Bila waktu itu telah tiba
Coba kenakanlah mahkota itu
Coba kenakanlah mahkota itu

Aku tau waktu itu akan datang, tapi aku tidak menunggu, biarlah dia dikemudikan takdir untuk datang padaku.

-Perjalanan pulang ini, mengubah niatku untuk mampir ke toko kue kesukaan Ibu, aku justru langsung pulang, menemui Ibu yang sudah mulai asyik dengan bonsai nya.
” Apa Ibu mau jalan-jalan? ”
Ibu hanya menatapku lekat, jauh kedalam. Dan tersenyum.

Aku justru semakin bergetar sendiri, apakah karena aku akan pulang pekan ini, atau hanya karena cuaca terlalu dingin dan terlalu kusibukkan diriku dengan banyak agenda, aku lupa makan, tidak juga, barusan masuk kemulutku sepotong kue tart hasil dari pengulangan tahun yang dirayakan dengan gegap gempita, di aula fakultas, berlebihan memang, seorang mahasiswi hedonis yang tiba-tiba menjadi sosialis drastis hanya karena usianya sudah 21 tahun dan tepat disaat ulangtahun kampus ini. Apanya yang istimewa. Aku selalu kesulitan menganggap hal-hal itu menjadi istimewa, terakhir kalinya aku tahu hal yang istimewa adalah, dongeng sleeping beauty yang akhirnya bangun oleh pangeran philips, aku selalu mengarang cerita lanjutan dari cerita putri ketiduran itu, bahwa ia bangun bukan karena dicium oleh pangeran, tapi pangeran itu memberinya mahkota dan dipakaikanya mahkota itu dikepala sang putri, mahkota itu sederhana, mahkota coklat yang terbuat dari dedaunan mangga kering, sampah menumpuk didepan rumahku, hal yang istimewa justru karena jika ada banyak putri ketiduran yang perlu dibangunkan, sampah didepan rumahku itu akan lebih bermanfaat. Dan itu tidak lagi istimewa bagiku.

-’Coba Pia pakai ini, dia pasti cantik’ ibu mengerling padaku, kira-kira begitulah batin ibu, Pia, Pia, Pia, entah darimana Ibu dapat kata Pia, yang jelas dulu dia ingin sekali putrinya diberi nama Pia, tapi ayah tidak setuju, begitu adikku lahir, semua keluarga sudah nitip nama untuknya, hingga Pia tak kebagian tempat dirangkaian panjang nama adikku, tapi masih setia dengan Pia nya, beliau masih berharap punya anak dan diberi nama Pia,
” Aku berniat mengajak ibu makan di toko kue kesukaan Ibu, biasanya begitu ”
” ya, toko itu memang yang terbaik sejak kamu kecil, Kev, tapi ibu sedang ingin pergi ke toko baju....a...coba liat mahkota itu...”
Ibu menarik lengan bajuku, tak sabar masuk ke butik baju pengantin.
” Kev....!”
Belum selesai mengamati mahkota pengantin itu, Ibu sudah terbelalak lagi dengan toko yang menjual banyak jilbab.
” Ini, mahkota sebenarnya Keva!!!!!”


Masih banyak yang harus kucari
tuk bahagiakan hidupmu nanti

- Aku lelah dengan permintaan ibu, tentang pernikahan, Ibu, aku baru semester 6, aku belum bekerja.
Dulu, ayah juga tidak memberiku makan daun daun mangga kering didepan umah kan? Ayah hingga kini pun masih mengirimi aku uang, aku tidak murni hidup oleh uangku sendiri, apa jadinya dengan pernikahan yang seperti itu, tidak, Ibu, aku mohon maaf, aku belum siap memberikan mahkota hanya untuk membuat daun mangga tiba-tiba layak menjadi makanan, dengan dalih cinta dan pengorbanan.
Aku dibiarkannya tumbuh dalam pelajaran. Meski ayah juga memberki pelajaran, tentang bertahan hidup meski berpisah darinya, seperti ibu berpisah dari ayahku.
Dan aku tidak mau menikah dulu, sebelum aku mampu berdiri sendiri, katakanlah mungkin, ini bisa dijalani bersamaan, tapi tidak, tidak seperti itu yang ingin aku sampaikan lewat mahkota yang akan aku berikan nanti.

Aku pikir hidup itu hanya akan makan cinta, aku begitu yakin dengan cinta, termasuk cinta pada Tuhanku, ALLAH SWT, rabb yang selalu punya kejutan-kejutan hebat dalam rencana untuk hambaNya,
Tapi sekali lagi, aku tidak menganggap itu istimewa, itu hanya pemikiran anak kecil yang belum tau betapa susahnya mencari uang halal untuk makan sehari saja.

Bisa bertahankah kau disana
Bisa bertahankah sayang
coba bertahanlah kau disana
coba bertahanlah sayang


hari menaiki tangga malam, aku lelah, sesungguh sungguhnya lelah, esok aku pulang, datang kekota itu dengan bara rindu, aku bertahan

-malam mendalam, aku hanya berpikir untuk membuatnya lebih lama menunggu, ia pasti kelelahan, tapi dia dimana?,

masih menunggu

-ah, ya, jangan tunggu aku, aku akan lama datang

masih

0 komentar:

Posting Komentar