Bukan berarti seleraku juga tidak mencerdaskan, tapi barangkali arah kecerdasanya , menyimpang. Buku-buku ini seharusnya kubaca sebagai cemilan kecil disela makanan utamaku, bacaan yang kamu rekomendasikan.
Sekarang
aku kembali tergila-gila tak keluar dari kamar, pertama karena alasan aku
memang tidak kuat bangun sendiri dari kasurku, kedua karena aku tak melihat
lagi kejadian menarik diluar sana, terlebih karena dengan siapa nanti aku akan
melihat kejadian diluar sana. Ada keasyikan yang kamu dapat, tetapi tidak bisa
aku lihat. Aku merasa tertinggal oleh dunia –suatu rasa yang dibesar2kan dari
efek rasa tertinggal olehmu .
Aku puas
dapat menghabiskan satu buku sepagian saja, didalam dada sini ada sesuatu yang
penuh yang ingin aku diskusikan denganmu. Dan tiba aku pada kata diskusi, suatu
kata yang dulu berat, terlampau berat bahkan. Aku tidak suka membicarakan
sesuatu terlampau serius dengan seseorang, barangkali karena lagi-lagi
pengetahuanku yang tidak memadai untuk bertukar pikiran dengan mereka. Pada akhirnya,
jika suatu kondisi bernama diskusi tak bisa kuhindari aku akan diam bagai
seorang murid dilucuti didepan mahadewa-nya. Dan barangkali, Allah memang menciptakan
orang-orang yang mampu diantara yang tidak mampu. Aku melihat bukti ke’barangkali’an
itu padamu, kamu bisa membuat aku tidak semacam dilucuti dalam sebuah
diskusi-seperti yang selalu kutakutkan- meski aku tetap diam, satu-satunya kamu.
Dan
sekarang, aku tahu betul aku memerlukan diskusi. Ini semata karena aku ingin
mengatakan, kehilangan ini bukan karena satu-satunya alasan yang kemarin
baru-baru ini kamu patahkan, yaitu ketergantungan. Zat itu memang melekat padamu,
adiktif. Tapi aku memiliki alasan lain bahwasanya, selama hari-hari
kemarin-agak dahulu itu, kamu bukan saja berhasil membuat rasa bahagia, tetapi
memperkaya. .
nyambung gak sih gambarnya |
Hingga
sekarang ini, aku belum terang betul manakah yang mesti berlaku bagi hidupku –bukan
lagi soal pertanyaan mana yang benar-, apakah aku harus berhenti hidup
membutuhkan orang lain atau aku berhenti bersikap tak butuh orang lain. Keduanya
kamu kritik-tepatnya, melalui semacam respon yang tidak berjudul kritik tapi
jelas itu kritik-.
Pilihan
kedua mengenai bersikap tak butuh orang lain, itu jelas menyalahi- terang kita
melihat dalam satu sabda yang bagi kita tak ada hal untuk memperdebatkannya
lagi. Mungkin saja bila maksudmu kuterangkan melalui kerangkaku sendiri, begini
; aku tetap membutuhkan orang lain, karena aku takkan bisa hidup sendirian,
tetapi kesalahan atau dapat secara ekstrim dikatakan sebagai dosa, bahwa
kebutuhanku adalah kamu.
Kebutuhan
untuk kembali merasa bahagia sekaligus kaya. Itu menurut maksudmu yang
kutafsirkan sendiri. Ini adalah sebuah kesalahan, bahkan dosa yang tidak baik
ketika kita sadari lalu kita masih kembali.
Tapi sungguh
bukan sejauh tempat dosa itu tinggal, jarak yang ingin kutempuh. Aku akan
menempuh jalan yang berhimpit tapi tak menuju kuburan tempat dosa itu
bersemayam –yang nantinya akan bangkit jika kita kembali dan membangunkannya,
seperti yang telah kita lakukan-. Tidak bisakah kita berjalan lagi lebih
hati-hati. Aku yakin aku bisa, tapi aku tak bisa sendirian, aku memerlukan
hari-hari yang bahagia dan hati yang diperkaya. Dan aku yakin kamu bisa, kamu
merupakan jenis manusia yang cerdas yang tangguh dan yang takkan menyerah pada
satu bencana saja, kalau kamu benar menginginkannya.
Kecuali
kamu tak benar-benar menginginkannya lagi, ini akan menjadi cerita lain yang
akan mengubah persepsi terhadapmu. Catatan mengenai kamu, yang bisa berubah
seketika saja saat kamu berdeklarasi tentang keinginan mendasarmu.
Hanya
ada dua kemungkinan, kamu tidak menginginkan melalui jalan itu atau kamu
menginginkan jalan itu dan memutuskan untuk melaluinya –seperti yang aku
harapkan-. Opsi satu –jika itu pilihanmu-, membuatku harus bekerja untuk
menyelamatkan prasangkaku atau lebih tepatnya penghakimanku terhadapmu sebagai penjahat.
Itu yang terjadi, mungkin jauh dari waktu-waktu buram yang dirasakan pada awal
deklarasi –jika saja ada-.
#sepertinya kerasukan mantra
bhairawa cakra, kata-katanya mengalir, pas dibaca lagi, nggak mudheng. Tapi dapat
ditafsirkan respon dari catatan ini, ada dua respon:
-
nggak mudheng, dan sebuah permintaan tentang bicara
yang tanpa majas
-
paham, dan sebuah permintaan untuk jangan
menyerah pada keadaan .
Hehe. J
0 komentar:
Posting Komentar