Kurasa mestinya kita memaklumi orang-orang yang berjanji lalu
melanggar—bukankah kita pun terbiasa mengucap sumpah tanpa menakar lalu ingkar
tiap bertengkar? Maka beginilah kita hari ini: sepasang yang lelah dan
patah-patah. Tak dapat kautemukan dalam sepatu kanan dan kirimu sebab mereka
tak perlu khawatir kehilangan salah satu, atau pada mesin cucimu dan putaran
airnya di rumah sebab mereka saling menyakiti dengan jauh lebih tabah.
Kubayangkan menginjak kacamataku sampai terbelah dan di situlah kita, bertahan
pada masing-masing sisi, mengaduh tertusuk pecahan kata-kata sendiri.
Kuingat kita mulai mencintai dengan bodoh dan tumbuh begitu keras
kepala—entah mengapa kau dan aku kian enggan mengalah meski hanya setingkat
sebelum terpisah. Coba saksikan kita sekarang: sepasang yang berakhir sebelum
takdir. Demikian kita tinggal dalam tanggal-tanggal kelabu yang kosong
ditinggalkan benda-benda bernyawa; aku anak kecil ketakutan yang terus
memanggil sambil mendekat dan bertanya, kau penjaga gigil oleh cuaca tapi enggan
mendekap sebab bosan mengulang jawaban yang sama.
Kubayangkan berhenti mengganggumu dan pergi, tapi kau pun pasti sadar,
sayang: kita telah memilih tempat yang tak punya jalan keluar.
disa (repos)
0 komentar:
Posting Komentar