Selasa, 03 Juli 2012

tiket pulang (mu)


Tiket pulangmu kubeli dengan diam kepadamu sepanjang hari; karena kupikir memberimu sebuah hari tanpa suaraku akan membuatmu merindukanku. Lalu kamu pulang.

Tiket pulangmu kubeli dengan bepergian sepanjang pekan;
karena kupikir menjaga jarakku sangat jauh darimu akan membuatmu mencariku. Lalu kamu pulang.

Tiket pulangmu kubeli dengan mengantri obat di apotek; karena kupikir kamu harus melihat aku tidak lagi manja, dan mau minum obat, kamu ingin melihat itu. Lalu kamu pulang.

Tiket pulangmu kubeli dengan bulan-bulan insomnia; karena kupikir kamu disana sedang begadang bekerja –atau malah nonton bola-, dan kamu butuh teman. Lalu kamu pulang.

Tiket pulangmu kubeli dengan semua peristiwa bersama; karena kupikir jika kamu mengingat kamu pernah berada disana denganku, maka kamu merasa terlalu jahat meninggalkanku sendirian. Lalu kamu pulang.

Tiket pulangmu kubeli dengan bulldoser besar yang mengadakan perluasan dada; karena kupikir aku harus lebih lapang dada untuk menunggumu. Lalu kamu pulang.

Tiket pulangmu kubeli dengan ketawa dan senyuman; karena kupikir jika melihatku tertawa kamu akan menyangka aku telah menerima. Lalu kamu pulang.

Tiket pulangmu kubeli dengan doa yang panjang; karena kupikir jika alasanmu pergi adalah takdir, maka memintamu pulang juga takdir. Lalu kamu pulang



Tiket pulangmu, bertanggal seumur hidup.

Kukirimkan padamu melalui tukang pos.

Telah sampaikah padamu?

Atau sudah kamu sobek, karena kamu tidak suka lagi.

Aku masih akan membelikanmu lagi tiket pulang, meski tidak banyak lagi daya tersisa.

Masihkah kamu akan mengacuhkan tiketnya.


0 komentar:

Posting Komentar