Minggu, 08 April 2012

mengingat kembali, cinta


Dengan telinga mengepit handphone ke pundak,  (karena gak ada headset) dan mencoba menciptakan beberapa bunyi dari mulut, mulai menulis.

Ini karena adik kecilku, yang sudah kelas dua esempe itu ringan melempar pertanyaan kepadaku

Kenapa perasaan suka disebut cinta ya mbak???




Nhah lo, embaknya juga kagak ngerti apa jawabannya.

Bisa jadi tergantung siapa yang mendefinisikan. Tadi siang baru baca artikel tentang anak esempe kelas dua yang udah jadi desainer,, dan dia bilang cinta adalah fashion. Barangkali tukang somay yang masih mengenaliku sejak esempe itu akan berkata demikian, ketika ditanya cinta itu apa, cinta itu ya gini mbak (ngambilin somay dari panci kedalam plastik, trus yang masukin bumbunya istrinya, gitu terus saban hari selama lebih dari 9 tahun, meskipun tanpa anak dari pernikahan mereka).

Beda lagi isyarat mata yang dahsyat yang ditunjukin seorang pencari rumput, di deket kebun teh sana. Senyumnya mengembang melihatku, bisa jadi aku nggak kenal, tapi wajah bapak tidak mungkin tidak dikenali dari mukaku, ramah dia menyapaku. Berusaha ramah juga, kusapa balik, dan sedikit ada obrolan kecil.

‘pados suket?’ padahal jelas-jelas begitu

‘enggeh, badhe nggen lilike?’ sumringah, dengan rumput yang sudah menggunung

‘nggeh’ sambil tersenyum



Cinta baginya adalah nyari rumput buat kambingnya. Seru kan.

Sorenya ketemu penjual gorengan, yang sedari belum ada aku sudah jualan gorengan. Meski gak bikin kaya dari jualan gorengan, hatinya sudah merasa kaya, dengan cintanya. Cinta baginya adalah adonan tepung gorengan, dan tempe yang dibungkus daun, serta tungku api yang sudah hitam.

Cinta bagi teman TK ku yang sudah jadi Ibu adalah, pergi jauh ke kota lain, bekerja untuk buah hatinya, yang dititipkan kepada neneknya.

Cinta bagi pakdheku, adalah mengumpulkan dan merawat majalah-majalah bekas berbahasa jawa yang kini memenuhi salah satu kamarnya, disudut rumah yang ditinggali dia dan istrinya.

Cinta bagi Ikal adalah bikin perahu dan menyebrangi batuan untuk menemukan A ling.

Beda lagi, talkshow ngopi bareng dee kemarin, saat dee menjelaskan kepindahannya dari menyanyi ke menulis, ada satu pernyataannya begini, ‘........larinya kalau bukan ke tuts keyboard, ya ke tuts piano’. Cinta baginya adalah musik dan menulis.

Tatapan sayang seorang suami kepada perempuan yang tiap pagi menyediakan teh hangat buat dirinya juga bukan berarti bukan cinta, itu cinta. Tapi tidak jadi sekat begitu saja yang akan mengeliminasi tatapan haru ayah pada putranya yang wisuda, itu juga cinta. Dan masih cinta, ketika seorang kakak memberikan sepatu kesayangannya pad adiknya yang meminta. Tentu saja ini cinta, ketika kakak laki-laki menggendong adik perempuannya pulang sehabis jatuh tersandung batu.

Kemudian, apa bukan cinta, ketika seorang majikan memberi ijin pembantunya pulang kampung saat lebaran. Apa bukan cinta, ketika seorang teman membukakan pintu rumahnya, bagi temannya yang kehujanan.

Dia cinta, saat genggaman seorang sahabat tersedia untuk menenangkan gelisah. Atau tepukan khas sesama anak lelaki, kepunggung sahabatnya, memberi dukungan. Tapi dua makna diatas tidak akan menyingkirkan makna cinta dari seorang laki-laki yang membawakan tas teman perempuannya.

Sama, semua cinta, dan cinta itu gemar mewujudkan diri dalam berbagai hal. Kadang dia suka mewujudkan diri pada begadang di depan laptop, kadang juga cinta hadir dalam sebentuk air putih yang diberi Ibu saat anaknya tersedak. Cinta kadang terlihat sangat cantik dalam cincin pernikahan, tapi juga bukan tidak mungkin, dia muncul terlalu sederhana dalam tepuk tangan seorang teman dalam riuh pertunjukkan musikmu. Bahkan kadang terlihat sepele pada sebentuk ‘sudah makan?’.

Makna (cinta) itu milik semua orang, oleh siapa saja, kepada siapa saja.

Cinta tidak dilahirkan dengan embel-embel gender. (Jadi kalau cinta suruh bikin KTP, dia pasti bingung, dia laki-laki apa perempuan si, hehe)

Mari kita garis bawahi dan kembali ingat ; cinta, tanpa reduksi makna.

Ditulis saat belum ragu kepada apa yang dituliskan.


6 komentar:

  1. tulisan ini dibuat pada 28 januari 2012 dan selesai sekitar pertengahan februari,
    melewati waktu-waktu terganjil

    BalasHapus
  2. menyentuh :)
    saya suka..

    tapi nampaknya lebih 'mengena' lagi kalau ditulis dengan bahasa baku ya :)

    BalasHapus
  3. Laras kan begitu mba...dia punya gaya nulis sendiri :)

    BalasHapus