Selasa, 03 Mei 2011

masih Hayam Wuruk -menuju Bubat-

lanjutannya
............
Majapahit memberikan opsi,
Serahin putrimu, sekalian menggenapkan sumpah palapa gajah mada
Atau nggak nyerahin, tapi diserang dan tentu saja palapa tetep genap.
Dengan pilu, linggabuana setuju, demi rakyat, lhah daripada diserang.
Pitaloka, selayaknya remaja-remaja yang cintanya sok tumbuh semena-mena, mendadak dan labil, enggak mau tetepan dinikahi sang raja, tapi
“Demi rakyat nduk!”
Jadi putri nggak selamanya enak, harus tanggungjawab juga sama keselamatan rakyat.
Pitaloka setuju.

Khitbahan Hayamwuruk datang tanpa melalui proses taaruf, rasanya lukisan Saniskara cukuplah menggambarkan pesona ayunya Dyah Pitaloka Citraresmi.

Seluruh Sunda diboyong melalui jalan laut menuju Majapahit, Sunda sepi, jauh
sebelum bandung lautan api.

Rakyat sunda, entah bagaimana perasaanya, karena sunda kerajaan kecil, sudah putrinya diminta, disuruh mengantarkan pula, sistem yang aneh, mana-mana pula yang ada adalah laki-laki yang datang pada wanita, dibiarkanlah jatuhcinta hayamwuruk membikin dyahpitaloka keraya-raya dalam mabuk laut yang ngenas, demi menyerahkan diri, dimana akhlak Hayamwuruk itu? Hehe (peace)
(Itukah pula yang menjadi dasar banyak perempuan keraya-raya? Biarlah toh, Kartini tetap mempunyai andil besar untuk perempuan sekarang ini -nggak nyambung-)

Mendarat ditanah Majapahit, seluruh pasukan Sunda mendirikan camp, seperti tenda-tenda yang didirikan kafilah Husain di Karbala, karena dicamp itu pulalah mereka semua gugur, Bubat bak Sahara Nainawa.

GajahMada, berapa jempol berhasil kupinjam untuk mengacungi dan memberikan pernyataan bahwa sumpahnya luarbiasa, maka jiwa palapa itu tergiur dengan keadaan sundanese di Bubat, Keadaan yang luarbiasa terik, kehabisan bekal, panas, walau tidak separah kafilah Hasan, kafilah sunda masih beruntung punya sumber air, mereka hanya berencana awal mengantarkan putri mahkota yang kini telah menjadi raja, karena sepanjang perjalanan, Linggabuana ikhlas lengser keprabon, menyerahkan mahkotanya kepada putri semata wayangnya, agar hati rakyat lebih berterima.
Agar terkesan dimata rakyatnya adalah pernikahan raja dan ratu, padahal keinginan terbesar gajahmada sebagai patih pemegang janji palapa tersebut adalah penyerahan dengan sukarela sunda kepada majapahit.

0 komentar:

Posting Komentar