Minggu, 26 September 2010

bintang (yang terjatuh)

apa yang kan terjadi
pastinya kan terjadi
biar waktu yg menghakimi
dan aku akan terus bertahan

sebelum dia pulang, dan melepaskan semua dendamku
sebelum dia pulang, dan mengakui seluruh kekalahanku
sebelum dia pulang, dan merebahkan semua tangguhku
aku pernah datang padanya sebagai manusia, bukan pembicaraan antara bintang dan bintang yang selalu sama-sama kita mengerti, waktu itu dia masih bintang, dia berniat jadi manusia setelah pulang, dan berkata maaf pulang duluan.
Aku pernah, bicara padanya, pada dia, yang mengaku bintang, dan memaksaku mengaku kalau aku bintang, dengan argument konyolnya :
“ Mustahil kau bukan bintang, kau justru lebih terlihat bintang, lihat saja, kau berjalan di ujung lorong gedung yang itu….” Waktu itu ia menunjuk gedung terpenting dikampus ini “ ….cahayamu sampai ke sini” waktu itu dia dan aku duduk di atap gedung kuliah
Aku ingat, -terimakasih karena sudah ingat-, “…itu matahari kalau begitu “ sanggahku
“ Terserah, terserah, terserah, tapi kamu pasti bintang, kapan kamu jatuh,?....”
Dia melanjutkan.
“…jangan pura-pura bodoh seperti itu, kamu nggak perlu menyembunyikan ke bintangan mu sama aku, aku ini juga bintang, kita bisa bercerita sesama bintang….”
Dia seperti orang konyol….
“ ah! Ya….., aku ngerti, kamu pasti ragu kalau-kalau aku bukan bintang, dan rahasia bintang bisa bocor, baiklah, aku adalah bintang, perkenalkan namaku Vanina, aku adalah bintang yang ngeyel, jadi aku dijatuhkan lebih dulu, kau juga termasuk bintang yang jatuh mimpi bukan, seperti aku?......”
“…dari usiamu sepertinya iya,….oh ya dan ini bukti bahwa aku bintang,”….. dia menunjukan, sketsanya yang ia gambar dalam buku hijaunya, gambar bintang saja, tapi hidup, dan berwarna putih, karena dia mewarnai latarnya dengan warna biru tua agak hitam, itu adalah malam, entah ya, kok aku berpikir seperti itu, dia makin terlihat konyol dimataku….
“.kenapa? masih belum percaya?”
Sambil membetulkan letak duduknya – terimakasih, aku mengingat betul hari itu – dia mulai berargumen konyol kembali
“…ah, iya, kita beda, dan kenapa beda?, kau adalah bintang itu, namamu dan namaku kalau boleh dibandingkan, akan lebih banyak disebut namamu, namaku, paling-paling disebut sama tukang akta, dan penghulu, kalau nikah nanti, vanina, tapi memang begitu, tidak semua bintang itu sama, dan memang tidak ada bintang yang pernah sama, ….”
Konyol, tapi mulai kunikmati jalan pikirannya,
“…bahkan tanpa kamu mengenalkan diri, aku sudah tau namamu, Er kan?, kepanjanganya saja aku nggak tau, tapi peduli bodong lah, kalau kamu nyaman dipanggil Er dan aku suka memanggilmu Er, maka ya sudahlah, tokh, tidak ada banyak faedahnya mengetahui nama panjangmu, paling-paling nanti tau sendiri, selain karena kau bintang yang tetap kelihatan bintang walau telah jatuh, tapi juga karena kita adalah bintang, walaupun aku kelihatan seperti ubur-ubur ketimbang bintang, atau kalajengking mungkin…hahahhahah….”
Konyol, tapi tidak berniat kuhentikan bicaranya.
“…kenapa diam saja, kau bukan bintang yang terlahir untuk diam saja kan?”
Konyol, tapi aku masih mau mendengarnya terus….
Dia berhenti, kemudian bangun dari duduknya sambil menengokku
“ sudah, kita tidak boleh lama-lama ngobrol, bisa ketahuan rahasia bintang kita, banyak manusia di bumi ini yang sudah tahu kalau bintang punya rahasia, mereka bukan ingin tahu rahasia kita, tapi mereka tidak mau tahu kalau kita punya rahasia, dan tidak mau tahu ada kita, ….ayo!”
Dia berjingkat-jingkat, berlari dan menari sambil menuju tangga turun, konyol….

Ya, pada akhirnya, dia memang menganggapku bintang, seperti dia, hanya saja, aku tak pernah mengaku kalau aku bintang, mana mungkin, aku ikut-ikutan mendeklarasikan kalau aku gila, tapi kunikmati peranku sebagai bintang dimatanya.
Begitulah kami mulai bertemu, maksudnya aku bertemu dengannya dengan kesadaranku yang penuh, dia memanggilku bintang terjatuh karena aku selalu tak pernah mengaku dijatuhkan sebagai bintang jatuh, dia lantas menuduhku sebagai bintang terjatuh karena mengantuk atau kurang fit sehingga tergelincir, perempuan konyol.
Aku menemuinya dan atau atau dia menemuiku serta lebih sering kami tidak sengaja bertemu, di atap gedung,- tidak sengaja yang aneh , memang, -, kecanduan bertemu dengannya adalah karena ternyata otakku tidak memiliki system imun yang baik untuk virus konyolnya, aku justru menikmati bahkan mengikuti dengan baik segala ceritanya, dia bercerita banyak tentang bintangnya, dia sama sekali bukan ahli astronomi, dan keterangannya padaku tentang bintang begitu mempesona, hampir selalu tidak pernah kudengar keterangan seperti itu, seperti suatu pagi, pukul 7 di atap gedung :
“ aku suka menjadi bintang, bukan karena kerlipnya yang indah, tokh, sekarang aku adalah bintang yang telah jatuh bahkan lebih kelihatan seperti batu kodok,,….”
“…. kusam, tapi aku suka,,,
karena takdir mereka yang tidak pernah diciptakan sendiri, mereka berkoloni meski kadang ada yang terlihat sendiri, dan meskipun aku jatuh dibawah sini, aku tetap bisa memandang kawanku berada diatas, berkerlip cahayanya, “
“…..aku tidak pernah iri, aku adalah bintang, aku bukan bulan atau matahari yang sendirian, bintang itu tidak pernah satu, meskipun tiap bintang dengan satu karakter, mereka indah, meski tak begitu sacral seperti matahari, mereka diabaikan tiap malam oleh orang yang tidur dimalam hari, tapi mereka tidak mendendam.”
“ Aku tidak pernah menyesal karena jatuh, sedang kawan-kawanku masih diatas, perjalanan ini adalah menuju dewasa, dan itu tidak selalu keatas, atau tetap menjadi bintang yang tinggi dan lebih tinggi, aku suka disini, belajar dari mereka, dibawah tanpa diketahui sebagai bintang, aku suka telah jatuh, dan berada di bumi, kau pasti juga sepakat bumi itu mengagumkan, “
“ dan aku jadi tahu kalau ada koloni semut yang rapi membawa buruannya, aku tidak pernah benar-benar cermat melihat itu ketika diatas……”
Dia menutup ceritanya dengan bahagia bahkan dia menambahkan, bahwa dia memergoki seekor burung yang mati di bawah pohon, lalu menguburkannya. Dia bilang –aku masih sangat ingat- “ aku suka!”….perkataan yang lebih bahagia, dibanding kata bahagia itu sendiri.
Perempuan konyol itu melalui harinya sama waktunya denganku melalui hariku, semua berjalan biasa, iya dia terlihat biasa. Tidak pernah ada yang istimewa lagi darinya selain kekonyolannya itu yang sudah menjadi virus untuk otakku, tapi lama-kelamaan otakku mampu membentuk imun yang cukup kuat –kuanggap- untuk jenis virus macam konyolnya perempuan bernama Vanina itu.
Sampai akhirnya, waktu berjalan saja, banyak yang dilalui masing-masing orang termasuk aku yang dikatakan sebagai bintang terjatuh yang mulai merasa jatuh, tapi kulalui saja semua waktuku dengan semangat –semangatku sendiri-, sampai hitungan bulan genap menjadi satu tahun kemudian dua tahun.
Itu berarti hari ini, tahun ini.
Setahun yang lalu Vanina, bintang yang mengatakan dirinya batu kodok itu duduk di atap gedung, dan dengan ketidaksengajaan yang aneh kami bertemu lagi.
Yang dibicarakannya, masih bintang, aku jadi menganggap perempuan itu sakit jiwa
“…kamu mulia..aku selalu ngotot kalau aku bintang, hanya saja terlahir tak begitu bersinar, dalihku akulah bintang yang tidak bisa menetap pada satu orbit, tapi kamu, kamulah bintang yang tetap bersinar meskipun terjatuh, dan tidak pernah mau mengakui bahwa kamu adalah bintang….”
Karena raut mukanya begitu sedih, aku turut berbicara sedikit
“….setiap ketemu disini, dan mendengarkan cerita bintangmu, bukankah aku bintang?”
Dia tersenyum, tak ingin.
“ tidak, bintang sejati tak pernah mau sombong karena dia bintang. Dari para manusia aku juga belajar itu”
Aku dan dia selesai berbicara bahkan untuk satu tahun kemudian, dia tidak pernah lagi menyinggung bintang.


Sebelum dia ternyata bilang akan pergi untuk tidak pernah lagi konyol dengan menjadi bintang.
Aku pernah menemuinya.
Sebelum dia pergi untuk meletakkan sejenak semua tegaknya aku.
Aku pernah menemuinya.
Dengan berkata, maaf, ini pamitan.
Terakhir dia berjanji akan menjadi manusia sewajarnya, normal dan tidak aneh-aneh.
Kami berbicara, satu-satunya bicara yang tidak hanya mendengar dan didengar tetepi bertanya dan menjawab

0 komentar:

Posting Komentar