Menulis
itu hanya sarana, yang pokok adalah proses tranformasi ide, pemikiran dan
inspirasi –jusman dalle-
Selalu ada yang menarik ketika seorang penulis
bicara. Pertama, mereka tidak semengalir –atau bahkan semenarik- para trainer
bicara. Kedua, pasti saya nyambung dari pada kalau ada orang ngomongin nasyid
atau anggaran. Ketiga, kata orang dibelakang saya; mas nya ngganteng. Hadheeeh...
Tapi betul, sebab menulis itu mesti punya
ideologi, jadi kalau kayak gitu, menulis Cuma sarana nyampein ideologi kita (apapun
ideologinya). Menyedihkan sekali buat mereka yang menulis atas alasan ekonomi,
atau alasan sosiologis; kepengin terkenal. Meski nggak mustahil itu bisa
menimpa para penulis; maksudnya jadi kaya dan terkenal karena menulis. Ya, kaya
kita tau kan JK Rowling atau Andrea Hirata. Tapi itu Cuma efek lah...
Kalau yakin kebaikan yang kita berikan ke
orang lain bakal balik ke kita lagi, maka apa artinya uang, pujian dan atau kepopuleran.
Ini si bagi yang percaya kalau kebaikan itu bermanfaat buat orang lain,
sementara bermanfaat itu syarat menjadi sebaik-baik orang -baliknya ke ayat
alquran deh, sebaik-baik manusia itu yang bermanfaat buat orang lain-. Iya nggak
si.
Tapi dari sekian banyak hal yang diungkapkan.
Dari raditya dika, dewi dee lestari, dan sekarang jusman dalle, mereka pasti
sepakat kalau penulis itu mudah terganggu. Mudah terganggu dalam asti, mereka
nggak nyaman-nyaman melihat sesuatu yang kelihatan baik-baik saja. Mereka itu
peka, sebab inspirasi itu adanya, lebih rapat dari udara. Maka nggak heran
kalau Jusman dalle sendiri bilang, hobi dia berpikir, jadi, dia suka
jalan-jalan, ngeliat-liat trus dipikirin trus ditulisin. Kalau ada yang masih
pake alasan nggak ada inspirasi, dia pasti bukan hidup di bumi. *oiy, di
neptunus aja ada ide.
Udah dulu, mau liat wisudaan.
0 komentar:
Posting Komentar