Dengan telinga mengepit handphone
ke pundak, (karena gak ada headset) dan
mencoba menciptakan beberapa bunyi dari mulut, mulai menulis.
Ini karena adik kecilku, yang
sudah kelas dua esempe itu ringan melempar pertanyaan kepadaku
Kenapa perasaan suka disebut
cinta ya mbak???
Nhah lo, embaknya juga kagak
ngerti apa jawabannya.
Bisa jadi tergantung siapa yang
mendefinisikan. Tadi siang baru baca artikel tentang anak esempe kelas dua yang
udah jadi desainer,, dan dia bilang cinta adalah fashion. Barangkali tukang
somay yang masih mengenaliku sejak esempe itu akan berkata demikian, ketika
ditanya cinta itu apa, cinta itu ya gini mbak (ngambilin somay dari panci
kedalam plastik, trus yang masukin bumbunya istrinya, gitu terus saban hari
selama lebih dari 9 tahun, meskipun tanpa anak dari pernikahan mereka).
Beda lagi isyarat mata yang
dahsyat yang ditunjukin seorang pencari rumput, di deket kebun teh sana.
Senyumnya mengembang melihatku, bisa jadi aku nggak kenal, tapi wajah bapak
tidak mungkin tidak dikenali dari mukaku, ramah dia menyapaku. Berusaha ramah
juga, kusapa balik, dan sedikit ada obrolan kecil.
‘pados suket?’ padahal jelas-jelas begitu
‘enggeh, badhe nggen lilike?’ sumringah, dengan
rumput yang sudah menggunung
‘nggeh’ sambil tersenyum
Cinta baginya adalah nyari rumput
buat kambingnya. Seru kan.
Sorenya ketemu penjual gorengan,
yang sedari belum ada aku sudah jualan gorengan. Meski gak bikin kaya dari
jualan gorengan, hatinya sudah merasa kaya, dengan cintanya. Cinta baginya
adalah adonan tepung gorengan, dan tempe yang dibungkus daun, serta tungku api
yang sudah hitam.
Cinta bagi teman TK ku yang sudah
jadi Ibu adalah, pergi jauh ke kota lain, bekerja untuk buah hatinya, yang
dititipkan kepada neneknya.
Cinta bagi pakdheku, adalah
mengumpulkan dan merawat majalah-majalah bekas berbahasa jawa yang kini
memenuhi salah satu kamarnya, disudut rumah yang ditinggali dia dan istrinya.
Cinta bagi Ikal adalah bikin
perahu dan menyebrangi batuan untuk menemukan A ling.
Beda lagi, talkshow ngopi bareng
dee kemarin, saat dee menjelaskan kepindahannya dari menyanyi ke menulis, ada
satu pernyataannya begini, ‘........larinya kalau bukan ke tuts keyboard, ya ke
tuts piano’. Cinta baginya adalah musik dan menulis.
Tatapan sayang seorang suami
kepada perempuan yang tiap pagi menyediakan teh hangat buat dirinya juga bukan
berarti bukan cinta, itu cinta. Tapi tidak jadi sekat begitu saja yang akan
mengeliminasi tatapan haru ayah pada putranya yang wisuda, itu juga cinta. Dan
masih cinta, ketika seorang kakak memberikan sepatu kesayangannya pad adiknya
yang meminta. Tentu saja ini cinta, ketika kakak laki-laki menggendong adik
perempuannya pulang sehabis jatuh tersandung batu.
Kemudian, apa bukan cinta, ketika
seorang majikan memberi ijin pembantunya pulang kampung saat lebaran. Apa bukan
cinta, ketika seorang teman membukakan pintu rumahnya, bagi temannya yang
kehujanan.
Dia cinta, saat genggaman seorang
sahabat tersedia untuk menenangkan gelisah. Atau tepukan khas sesama anak
lelaki, kepunggung sahabatnya, memberi dukungan. Tapi dua makna diatas tidak
akan menyingkirkan makna cinta dari seorang laki-laki yang membawakan tas teman
perempuannya.
Sama, semua cinta, dan cinta itu
gemar mewujudkan diri dalam berbagai hal. Kadang dia suka mewujudkan diri pada
begadang di depan laptop, kadang juga cinta hadir dalam sebentuk air putih yang
diberi Ibu saat anaknya tersedak. Cinta kadang terlihat sangat cantik dalam cincin
pernikahan, tapi juga bukan tidak mungkin, dia muncul terlalu sederhana dalam
tepuk tangan seorang teman dalam riuh pertunjukkan musikmu. Bahkan kadang
terlihat sepele pada sebentuk ‘sudah makan?’.
Makna (cinta) itu milik semua
orang, oleh siapa saja, kepada siapa saja.
Cinta tidak dilahirkan dengan
embel-embel gender. (Jadi kalau cinta suruh bikin KTP, dia pasti bingung, dia
laki-laki apa perempuan si, hehe)
Mari kita garis bawahi dan kembali ingat ; cinta, tanpa reduksi
makna.
Ditulis saat belum ragu kepada
apa yang dituliskan.
bukan deh
BalasHapustulisan ini dibuat pada 28 januari 2012 dan selesai sekitar pertengahan februari,
BalasHapusmelewati waktu-waktu terganjil
menyentuh :)
BalasHapussaya suka..
tapi nampaknya lebih 'mengena' lagi kalau ditulis dengan bahasa baku ya :)
nggk bs, mknya skripsi gk jln2
HapusLaras kan begitu mba...dia punya gaya nulis sendiri :)
BalasHapuscuriga ini siapa!!!!
Hapus