Minggu, 29 Mei 2011

kita liat saja nanti-2

kita liat saja nanti, apakah ada yang membakar gubukku jelas-jelas pada waktu subuh gara-gara aku bermimpi (sajak subuh sapardi)
atau menyediakanku gubuk lain sehingga aku tak perlu pulang ke gubuk lama
membujuk halus.

kita liat saja nanti, kemerdekaan ini

kita liat saja nanti, apakah ada perlawanan yang mati (atau justru berhasil).

kita liat saja nanti, habis bagaimana lagi.

sajak-sajak kecil tentang cinta

sapardi djoko damono

SAJAK-SAJAK KECIL TENTANG CINTA
Mencintai angin, Harus menjadi siut
Mencintai air, Harus menjadi ricik
Mencintai gunung, Harus menjadi terjal
Mencintai api, Harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala, Harus menebas jarak
Mencintai-MU, Harus menjelma aku


bagaimana jika ada yang memindahkan cinta kelain tempat, memalingkan hati ke lain tempat, harus bagaimana.

kita lihat saja nanti

Untuk Mamaku Tercinta

Mama yang tercinta
Akhirnya kutemukan juga jodohku
Seseorang bagai kau
Sederhana dalam tingkah dan bicara
Serta sangat menyayangikuMama
Burung dara jantan nakal yang sejak dulu kau pelihara
Kini terbang dan menemui jodohnya

Mama
Aku telah menemukan jodohku
Janganlah engkau cemburu
Hendaklah hatimu yang baik itu mengerti
Pada waktunya
Aku mesti kau lepas pergi

itu puisi nya rendra

bagaimana kalau papa.

Rabu, 18 Mei 2011

Hari ini ku akan menyatakan cinta

(Hari ini ku akan menyatakan cinta..nyatakan cinta
Aku tak mau menunggu terlalu lama...terlalu lama)

memang seharusnya tidak melalui prosesi yang berlebihan seperti ini,
Dan lagi pula itu Cuma barang, bukankah cinta lebih indah wujudnya?
Itu bukan simbol, itu bukan pertanda,

Bukan hanya saat bersama-sama merasakan cinta, tapi ketika nggak bersama pun, bukankah itu dapat kita rasakan?
Hanya beberapa hari, beberapa hari untuk latian....

Sebab....
“Kelak kau kan menjalani hidupmu sendiri
Melupai kenangan yang tlah kita lalui
Yang tersisa hanya aku sendiri disini
Kau akan terbang jauh menembus awan....”


Karena rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau telah merasa memilikinya
(tak mampu melupakan meski sudah tak ada, Batinku trus merasa tetap memilikinya
Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna, Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa)

Pernahkah kita siap meski sudah mengira akan hal ini? Pernahkah kita siap meski sudah mempersiapkannya, tapi seorang bijak dari tanah UI sana berpendapat bahwa itulah caraNya mengajarkan hidup..
Jadi sebelum semua pergi, aku menyatakan ini.
Niatnya si mau menyebutkan nama-namanya, tapi gak usahlah ntar ada yang Ge-eR.

Sleman.AlienAngin.16 Mei 2010. Mahrib sudah tiba, yuk mahriban......

ambilkan bulan Bu

Ambilkan bulan Bu, yang slalu bersinar dilangit
Dilangit bulan benderang cahyanya sampai ke bintang
Ambilkan bulan Bu, untuk menerangi tidurku yang lelap dimalam gelap



Kenapa tiba-tiba menulis ini?
Karena baru menyaksikan seorang bapak menyanyikan ini untuk anaknya, harusnya si, anak yang yang menyanyikan ini untuk ibunya.

laboratorium lampu merah

Allah selalu dengan rencana terbaikNya. Gagal pergi karena syuro dipagi buta di hari libur, diganti dengan sehari mengagumkan bersama lebih banyak orang.

Agak berlebihan kalau dikatakan ini perjalanan mengelilingi Jogja, sebab bukan sejagad daerah Istimewa Yogyakarta kejamah semua, sebab juga bukan kota Jogja kejamah semua, nyatanya ke Sleman iya, ke Bantul juga, dekat-dekat atau malah udah masuk Kulonprogo sana.

Rumus bepergian paling canggih adalah Lampu Merah Belok Kiri, kalau nggak ada belokan kiri atau memang harus belok kanan ya ngikutin lah
.

Bukan saja hari ini, tapi pergi dengan rumus lampu merah belok kiri kerap kali tak lakuin kalau sedang bosan, tapi padahal hampir pada setiap hal bosan, kelamaan kuliah-bosan, kelamaan syuro-bosan, kelamaan sibuk- bosan, kelamaan santai-bosan, kelamaan sendirian-bosan, kelamaan bareng2-bosan, kelamaan marah-bosan, udah lama banget gak marah-bosan, kelamaan libur-bosan, kelamaan ada tugas-bosan, asal nggak kelamaan muslim njuk bosan, jangan sampaiiiiiiii!!!!!!!!!!.

Rumus lampu merah belok kiri ini juga harus disertai semangat untuk menyambut lampu merah, jadi, kalau ada lampu hijau udah mepet untuk kondisi-kondisi seperti ini, jangan buru-buru, tunggu sampai dia benar2 benar lampu merah, pasti lebih seru, takut tangan lebih item? Hih gak seruuuuuuu.....menikmati lebih lama lampu merah yang mmm misal 92 detik itu, kita jadi lebih lama bisa dengar pengamen, kita jadi bisa lebih lama ikut ngaca di kaca mobil sebelah atau depan, kita bahkan bisa ngobrol sama pengendara yang ikut berhenti dilampu merah, atau bahkan wiwit pernah mengutarakan, kalau ada pengendara lain disebelah kita berhenti pas lampu merah itu boncengannya kosong, barangkali kan kita bisa tukeran boncengan.

(sebenernya sensasi paling menyenangkan dari lampu merah, adalah perasaan “kita nggak sendiri” ada yang lain juga yang lagi ngantri, atau perasaan “hellooo, siapa sih lo!” yang mungkin muncul dari benak oranglain, iya ya, siapa sih saya?, ayo cepetan cari tau siapa saya-maksudnya memerintah diri sendiri-)

Atau lebih lama dilampu merah, atau tepatnya lampu merah yang lebih lama, ngayem-ayemke ....jadi dulu pernah jualan bunga mawar ikutan anak-anak IMPP(ikatan mahasiswa pelajar pemalang di Jogja) untuk gempa padang, , jualan bunga mawar itu, kalau lampu merah Cuma 15, serba terburu-buru, kalau sampe 92 detik kan lumayan, laku banyak juga. Waktu itu si jualannya di perempatan Gramed, perempatan kenangan, tempat pertama kali saya yang udik ini ditilang, gara-gara tidak tau bedanya lampu merah untuk kekanan dan lampu merah untuk lurus dari arah Galeria. Perempatan yang membuat saya yang udik itu harus muter Jogja dulu bersama transjogja gara-gara nggak tau bahwa kita harus turun dishelter sebelum perempatan dari arah bunderan UGM jika mau ke BTN. Perempatan yang ada Gramed nya –tempat saya yang sekali lagi udik ini berdiri di lantai 3 dan memandang jalanan saat hujan, melalui kaca, dalam waktu yang lama-.

Lebih lama dilampu merah membuat kita kebagian jatah masker labih banyak-ini dilampu merah sagan-, dari arah UNY menuju pom bensin Sagan kan ada lampu merah, waktu jaman hujan abu yang romantis itu, dilampu merah menuju kebarat dapet masker dari Farmasi UGM, masih dari fakultas yang sama ketika berbalik dari arah bunderan UGM menuju Sagan, dapet masker lagi, dan sampe sekarang masih.

Karena lampu merah juga, jatah nasi sisa banyak dari acara-acara dikampus itu bisa terbagikan. Itu si suatu saat yang dulu banget, makan sama anak jalanan.

Yang paling akrab sama topan adalah lampu merah gejayan kolombo, disitu ada peminta-minta kecil yang rambutnya lucu, keriting....ada sekumpulan anak, mm 13 taunan mungkin ya, yang kadang mainan antar sesama mereka, jadi banci-bancian. Disitu ada pengamen yang suka itu lho, mainan apa gak tau, beneran waktu itu sampe duduk tak perhatiin, dia mainan apa si, tapi dia menang, ya selamat! Dia menang dengan tidak mau memberi keterangan lengkap mengenai permainannya, selamat!!!

Oh ya, di lampu merah itu, agak ke belakang dikit, pengalaman di panggil-panggil sekelompok orang mabok jam 3 pagi, waktu jalan menuju rektorat, gerimis-gerimis. Dilampu merah itu juga, pengalaman jalan kaki disamperin om-om pake motor. (yang ini pelajaran untuk nggak lagi pergi malam-malam, -berarti boleh pulang malam-malam?-)
Dilampu merah juga, akhirnya sadar kalau teman seperjuangan bersepeda pagi, hilang, karena asyiknya bersepeda pagi setelah shubuh itu, jadi semua lampu APILL sama sekali nggak ada gunanya, sudah tempo kayuh yang menurut pribadi pelan, tapi ternyata mbak wik harus ketinggalan juga, dari lempuyangan sana sampe Sagan nggak ngrasa kalau udah sepedaan sendirian, asyik aja, kayuh kayuh kayuh, setelah lampu merah sagan, udah lumayan siang jadi lampu merah harus dipatuhi, ditanya sama mas-mas naik mobil tentang arah jalan solo, baru deh sadar kalau sedang sepedaan sendirian.

Ada banyak lagi si kisah lampu merah, tapi semakin banyak yang diceritakan, semakin akan membuat saya terlihat udik, terlihat tidak sholihah, terlihat banyak nggak benernya.

Pesennya: jangan menggerutu pas kena giliran lampu merah ya, barangkali ada SMS penting yang harus segera dibales(hadu, maaf pak polisi), barangkali inilah waktunya sodaqoh......sodaqoh....(hadu, kan gak boleh ngasih2 dijalan gitu), barangkali itulah 2 menit kita bisa lihat sekeliling kita, Cuma dua menit, barangkali juga kamu semua lagi nggak cantik atau ngganteng, jadi bisa ngaca dulu.......hehehehehehe............


Sudah-alienangin.Jogja.taman kuliner.16.58

Selasa, 17 Mei 2011

nanti itu.....




Kelak kau ‘kan menjalani hidupmu sendiri

Sabtu, 14 Mei 2011

another cinderella strory

terketahuilah pada suatu senja....
tinggalah dalam istana alam yang indah seseorang yang bukan cinderella.


bersambung

macam-macam jam lucu

sedang memilih bentuk terbaik jam dinding untuk kamar saya nanti....
maka berjalan-jalan di gallery mbah google
saya menemukan gambar gambar ini

































hahhhhh.....saya sreg dengan semua itu.....

Selasa, 03 Mei 2011

Andhe pun memilih , Kamu?

simak cerita sebelumnya dihttp://www.facebook.com/note.php?created&¬e_id=10150168505351456.

..............
Andhe memilih Klenthing Kuning yang nadyan ala tapi menika kang putra purun, itulah yang diinginkan si Pangeran Andhe, seseorang yang tidak mau disebrangkan yuyu kangkang, seseorang yang menjaga dirinya sendiri, seseorang yang enggak mau dirinya disentuh oranglain-ehm,bukan mahrom maksudnya-.

Lebih dari sekedar disentuh-menyentuh, Klenthing Kuning, Andhe-Andhe Lumut dan laki-perempuan pada umumnya, seenggaknya, mmm, harusnya ding, menjaga pergaulan antaranya, enggak bersentuhan sebagai salah satu contoh kecil dari paugeran ageng menjaga pergaulan. Islam telah mengaturnya (woiiiiiiiii, udah ada kaleeee), rasanya budaya juga mengaturnya, bahkan ditanamkan sejak dini melalui tembang dolanan seperti itu (yang saya kenal sejak lama).

Islam punya aturannya, Jawa (sebagai Budaya) punya pembiasaanya sejak dini.

Jadi, kenapa masih saja meletakan Islam sebagai box yang jauh dari budaya -sekaligus dicurigai- ? Kenapa masih memandang Islam sebagai utara jika memang budaya itu selatan?
(yang terakhir ini meragukan)

menuju bubat

babak III

Seharusnya, dengan kondisi minimalis kafilah sunda di Bubat, pernikahan itu bisa saja langsung dilaksanakan, tapi Gajahmada punya kehendak lain, serahkan dulu Sunda baru ada pernikahan….
Tidak ada pernikahan tanpa penyerahan Sunda terlebih dahulu
(posisinya kemudian : Sunda bukan bergabung karena pernikahan, tapi menyerahkan diri )
Linggabhuana ayahanda Citraresmi menolak, Gajahmada murka dan menyerang pasukan keletihan di Bubat dengan sepasukan majapahit yang terkenal tangguh tersebut.
Linggabhuana tewas. Gugur dalam perang.
Istrinya, bunuh diri
Dan putrinya, melakukan hal yang sama….

Hayamwuruk, memang benar cinta terhadap dyah pitaloka citraresmi tersebut, kematian perempuan cantik tersebut membuat hatinya bersedih, apalagi setelah tau bahwa perang Bubat terjadi atas itikad kuat sang patih dengan palapanya.
Sedikit marahnya Hayam Wuruk membikin GajahMada agak mencelos sedikit ketenangannya, sampai akhirnya ia dikabarkan moksa.
Hayamwuruk memang raja, tapi ia adalah satu tim dengan GajahMada, tanpa GajahMada apalah jadinya hayamwuruk….
Ini yang membuat kondisi majapahit juga tidak sebaik sebelumnya.
Kalau saja Hayam Wuruk mampu menahan pandangannya – namanya gadhul bashar-, mungkin wajah pitaloka tidak sempat membayang…
Kecil, karena cerobohnya mata hayamwuruk menjalar ke keinginan menikahi putri Sunda tersebut yang tidak sejalan dengan sumpah sang patih, rekan satu tim nya. Andai saja sejak awal, mereka- gajahmada dan hayamwuruk- menjadi satu tim yang saling mengenal hati juga, lebih dalam terhadap keinginan menepati palapa dan keinginan mempersunting pitaloka.

masih Hayam Wuruk -menuju Bubat-

lanjutannya
............
Majapahit memberikan opsi,
Serahin putrimu, sekalian menggenapkan sumpah palapa gajah mada
Atau nggak nyerahin, tapi diserang dan tentu saja palapa tetep genap.
Dengan pilu, linggabuana setuju, demi rakyat, lhah daripada diserang.
Pitaloka, selayaknya remaja-remaja yang cintanya sok tumbuh semena-mena, mendadak dan labil, enggak mau tetepan dinikahi sang raja, tapi
“Demi rakyat nduk!”
Jadi putri nggak selamanya enak, harus tanggungjawab juga sama keselamatan rakyat.
Pitaloka setuju.

Khitbahan Hayamwuruk datang tanpa melalui proses taaruf, rasanya lukisan Saniskara cukuplah menggambarkan pesona ayunya Dyah Pitaloka Citraresmi.

Seluruh Sunda diboyong melalui jalan laut menuju Majapahit, Sunda sepi, jauh
sebelum bandung lautan api.

Rakyat sunda, entah bagaimana perasaanya, karena sunda kerajaan kecil, sudah putrinya diminta, disuruh mengantarkan pula, sistem yang aneh, mana-mana pula yang ada adalah laki-laki yang datang pada wanita, dibiarkanlah jatuhcinta hayamwuruk membikin dyahpitaloka keraya-raya dalam mabuk laut yang ngenas, demi menyerahkan diri, dimana akhlak Hayamwuruk itu? Hehe (peace)
(Itukah pula yang menjadi dasar banyak perempuan keraya-raya? Biarlah toh, Kartini tetap mempunyai andil besar untuk perempuan sekarang ini -nggak nyambung-)

Mendarat ditanah Majapahit, seluruh pasukan Sunda mendirikan camp, seperti tenda-tenda yang didirikan kafilah Husain di Karbala, karena dicamp itu pulalah mereka semua gugur, Bubat bak Sahara Nainawa.

GajahMada, berapa jempol berhasil kupinjam untuk mengacungi dan memberikan pernyataan bahwa sumpahnya luarbiasa, maka jiwa palapa itu tergiur dengan keadaan sundanese di Bubat, Keadaan yang luarbiasa terik, kehabisan bekal, panas, walau tidak separah kafilah Hasan, kafilah sunda masih beruntung punya sumber air, mereka hanya berencana awal mengantarkan putri mahkota yang kini telah menjadi raja, karena sepanjang perjalanan, Linggabuana ikhlas lengser keprabon, menyerahkan mahkotanya kepada putri semata wayangnya, agar hati rakyat lebih berterima.
Agar terkesan dimata rakyatnya adalah pernikahan raja dan ratu, padahal keinginan terbesar gajahmada sebagai patih pemegang janji palapa tersebut adalah penyerahan dengan sukarela sunda kepada majapahit.

akibat tidak bisanya hayamwuruk itu bergadhulbashar -

13 April 2010 jam 10:29
Dahulu-dahulu kala ada seorang pelukis, seperti halnya keenan dalam perahukertasnya dewi dee yang hampir selalu melukis karena satu inspirasi kecil dari buku jendral pilik, Saniskara juga gitu, tapi inspirasi mahakaryanya adalah Dyah Pitaloka Citraresmi, kekasihnya.
Digambarlah dengan sukacinta, wajah sang kekasih. Selesailah, entah bagaimana kejadiannya, lukisan Saniskara –yang konon sepertinya seorang abdi- itu diliat sama Hayam Wuruk, mana bisa nggak jatuh cinta Raja Ha-we itu, gambar itu dibuat dengan cinta yang berbunga-bunga, pastilah hasilnnya juga berbunga-bunga.
Enggak puas Cuma lukisannya, adatnya penguasa yang aneh, harus dapet pitalokanya, padahal pitaloka pacarnya Saniskara.
Dirembuglah kepinginan supaya pitaloka cumondhok di Majapahit, seantero majapahit sepatu, tapi Pitaloka jelas enggak,
“apa-apa’an?!”

Linggabuana, sang ayah dari pitaloka pun sakjane wegah memberikan putranya, ning yang minta itu raja yang posisinya hampir menguasai nuswantara e, nulak pun gak bisa apa-apa.
Dilanda dilemma besar, Linggabuana, ayahanda Pitaloka. sementara Gajahmada yang bertekad baja terus merangsek sunda agar mau menjadi bagian nusantara, jadi teringat pemaksaanya Yazid agar Husain bin Ali mau membaiatnya, (samakah posisinya?), tidak seperti cucunda nabi tersebut, Maharaja Linggabhuana hanya merasa kecil dibanding nusantara yang besar, sementara gejolak jatuh cinta HayamWuruk tak bisa terbendung, akibat dari gagalnya hayam Wuruk bergadhulbashar hingga wajah Pitaloka membayang terus.

bersambung........